metro-bogor

Saling Tuding Antar Instansi

Jumat, 28 Februari 2020 | 10:13 WIB

METROPOLITAN - Sempat ramai lahan Hak Guna Usaha (HGU) di wilayah barat Kabupaten Bogor, yang ditengarai tak termanfaatkan sehingga jadi salah satu penyebab bencana banjir dan tanah longsor di awal tahun, khalayak pun bingung bagaimana proses HGU terbit sementara hasilnya malah tak termanfaatkan dan menyusahkan masyarakat?

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor pun kena tempuh lantaran berada di wilayahnya. Belum lagi, meskipun izin HGU diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN), nyatanya ada rekomendasi yang diberikan oleh pemkab sebelum BPN menyetujui izin tersebut.

Rekomendasi yang terbentuk atas saran berbagai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), seperti Dinas Tanaman Pangan Holtikultura dan Perkebunan (Distanhorbun) hingga Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP). Alhasil, persoalan HGU tak termanfaatkan jadi penyebab bencana ini terkesan saling menyalahkan.

Kepala Seksi (Kasi) Hubungan Hukum Pertanahan pada Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bogor, Wendi Isnawan, mengatakan, pihaknya memang berwenang memberikan izin HGU maupun perpanjangan hingga pembaharuan HGU. Tetapi tetap dengan syarat bahwa pengajuannya telah memenuhi semua perizinan atau rekomendasi dari instansi dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) teknis.

Diantaranya terkait penggunaan dan pemanfaatan HGU yang diminta masyarakat atau perusahaan tertentu. Ketentuan kewenangan pemberian hak itu, sambung dia, tertuang dalam Peraturan Menteri Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) nomor 2 tahun 2013.

"Lihat dulu, HGU yang mana atas nama PT apa? Yang jelas BPN memberikan HGU maupun perpanjangan HGU, dengan syarat telah memenuhi semua perijinan atau rekomendasi dari instansi dan dinas teknis terkait penggunaan dan pemanfaatan HGU," katanya kepada Metropolitan, kemarin.

Disinggung soal adanya temuan lahan HGU yang tidak termanfaatkan sesuai perjanjian, ia menjelaskan bahwa pengawasan dan penindakan juga menjadi wewenang di pihaknya dan ada mekanisme yang tertuang sesuai Peraturan Pemerintah (PP) nomor 11 tahun.

"Mekanisme tertuang disitu," tukas Wendi.

Pada aturan tersebut, sambung dia, ada pasal 8 yang berisi tentang peringatan bila Pemegang Hak tidak melaksanakan sesuai perjanjian, yang diawali dengan identifikasi dan penelitian, maka kepala kantor wilayah akan memberitahu dan memberikan peringatan kepada Pemegang Hak. Agar satu bulan setelah peringatan, harus melaksanakan pemanfaatan lahan sebagaimana perjanjian.

Jika belum juga diindahkan, kata Wendy, mekanismenya turun peringatan kedua. Namun jika peringatan tidak juga diindahkan, maka kepala kantor wilayah (daerah) mengusulkan kepada Kepala untuk menetapkan lahan tersebut sebagai lahan terlantar dan sesuai pasal 9, akan turun penghapusan hak atas tanah sekaligus memutuskan hubungan hukum serta ditegaskan kembali menjadi milik Negara.

Sebelumnya, Kepala Distanhorbun Kabupaten Bogor Siti Nurianty berkilah, jika izin HGU dikeluarkan oleh Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), setelah ada rekomendasi yang dikeluarkan pemerintah daerah melalui pimpinan daerah. Untuk lahan di Sukajaya, kata dia, karena luasnya lebih dari 2.000 hektar, maka izin HGU-nya ada pada ATR/BPN pusat.

"Sebelum itu melalui rekomendasi dari pemerintah Kabupaten Bogor, yang ditandatangani bupati. Jadi bukan kami yang terbitkan itu. Hanya saja, kami ada dalam tim pembuatan rekomendasi itu, bareng dinas lain, misalnya DPMPTSP (Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu, red).

Jadi nggak di kami keputusan rekomendasinya, tapi dari bupati melalui DPMPTSP sebagai leading sector," katanya.

Dalam rekomendasi itu, sambung dia, ada saran dari Distanhorbun diantaranya, soal aspek dan pertimbangan yang berkaitan dengan perkebunan. Misal soal komoditi yang cocok hingga lahannya.

Halaman:

Tags

Terkini