METROPOLITAN – Proyek pembangunan Rest Area untuk merelokasi para Pedagang Kaki Lima (PKL) dalam upaya mengatasi kemacetan di jalur Puncak, Kabupaten Bogor, hingga kini belum juga selesai. Tak kurang dari 516 PKL harusnya bisa segera direlokasi dan belum juga terelisasi. Proyek yang membutuhkan anggaran tak kurang dari Rp116 miliar itu kini tengah mengebut proses pemenuhan persyaratan administrasi untuk persiapan tender. Kepala Bidang (Kabid) Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah pada Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappedalitbang) Kabupaten Bogor Lestia Irmawati mengatakan, saat ini progres untuk proyek pemerintah pusat itu tengah dalam proses pemenuhan persyaratan administrasi untuk persiapan lelang. Sedangkan proyek perataaan dan pembuatan jalan serta sarana prasara yang dikerjakan Ditjen Bina Marga Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), sudah selesai dilakukan. “Progresnya pemenuhan persyaratan admintrasi untuk persiapan tender. Lelangnya itu pertama untuk, pembangunan kios-kios untuk PKL, yang menjadi tanggung jawab Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagin) Kabupaten Bogor, lalu prasarana-nya itu dilakukan Ditjen Cipta Karya Kementrian PUPR. Kalau yang aspal, jalan, itu sudah selesai dikerjakan oleh Ditjen Bina Marga,” katanya selepas pembahasan progres evaluasi pembangunan Rest Area Puncak, di Cibinong, kemarin. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor melalui Disdagin kebagian jatah untuk membangun 516 kios bagi para PKL, melalui Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang dialokasikan sebesar Rp18 miliar. Sedangkan sisanya berada di tangah pemerintah pusat melalui Kementrian PUPR, untuk menyelesaikan proyek diatas lahan seluas tujuh hektar itu. “Kita sedang masuk persiapan untuk syarat-syarat lelang, mudah-mudahan bisa segera selesai dan mulai tender, juga mulai pembangunannya,” tukas Irma. Diketahui proyek ini sempat gagal terserap pada APBD tahun anggaran 2018 sebesar Rp15 miliar lantaran Detail Engineering Design (DED) dari bangunan yang letaknya berdekatan dengan Gunungmas, Cisarua itu sempat direvisi oleh pemerintah pusat. Ada penambahan luas lahan dari semula lima hektar menjadi tujuh hektare. Sempat jadi Silpa, proyek ini pun kembali dianggarkan dan meningkat jumlahnya menjadi Rp18 miliar. Lambannya progres pembangunan Rest Area Puncak ini pun menimbulkan keresahan bagi para PKL yang akan direlokasi, sebab mereka berharap bisa segera berjualan kembali di tempat baru. Salah seorang pemilik kios kelontong di sekitaran Rest Area Puncak, Pariyah, mengakui hingga saat ini kebanyakan PKL yang direlokasi sedang mengalami kesulitan, lantaran Rest Area yang diproyeksikan menjadi tempat relokasi hingga kini belum selesai. Padahal, para PKL sudah dipindak dan tidak lagi menempati tempat lama. “Pada sulit sekarang, soalnya itu (Rest Area, red) kan belum selesai, tapi sebagian sudah banyak yang nggak jualan karena ditertibkan. Kami sih ingin itu segera selesai kalau memang untuk tempat PKL relokasi nanti,” jelas wanita 39 tahun itu. Ia juga mengaku tidak tahu kapan pembangunan Rest Area ditargetkan rampung dan bisa digunakan oleh para PKL. Yang jelas, sambung dia, banyak warga PKL yang mengeluh soal kapan bisa kembali berjualan dan menagih janji Bupati Bogor Ade Yasin yang sempat memberikan 'angin' buat para PKL, yakni dengan adanya Rest Area akan membuat perekonomian masyarakat sekitar menjadi lebih baik. Puncak pun lebih tertata. Dia juga mengakui beberapa pedagang 'sembunyi-sembunyi' jualan ditempat lama atau yang sudah ditertibkan, karena tidak tahan untuk segera usaha mengingat kebutuhan. “Beliau pernah bilang begitu. Ya kita sih menunggu itu, kasihan banyak pedagang yang sekarang nggak usaha, hutangnya banyak, karena tempat relokasi belum ada. Nanti kalau kita jualan di tempat lama malah ditertibkan,” tuntasnya. (ryn)