METROPOLITAN – Pada Senin (16/3), instruksi wali kota Bogor yang mengharuskan siswa-siswi SD, SMP, SMA dan SMK belajar di rumah mulai diterapkan. Instruksi ini berlangsung sampai Sabtu (28/3). Ternyata dampak instruksi ini sangat terasa di Kota Bogor. Pantauan Metropolitan, sejak pagi kemarin jalanan lebih lengang dari biasanya. Contohnya, Jalan Pengadilan yang biasanya dipadati kendaraan antarjemput Sekolah Regina Pacis, kini sudah tidak terlihat. Angkot-angkot yang biasanya dipadati anak-anak sekolah pada pagi dan siang hari nampak sepi. Bahkan, pedagang jajanan yang biasanya mangkal di depan sekolah tak lagi terlihat. Sopir angkot trayek 07, Rahmat (36), menuturkan, pendapatannya berkurang drastis. Biasanya ia bisa meraup untung dari mengangkut anak-anak sekolah pada jam masuk dan pulang sekolah. ”Lumayan sih berkurangnya. Karena kan memang trayek kita sasarannya anak sekolah. Nah sekarang libur,” katanya. Ia mengaku tak bisa membayangkan jika situasi ini masih harus dihadapinya dua minggu ke depan. Sehingga ia berharap pemerintah bisa memberikan subsidi kepada sopir angkot, setidaknya menutupi uang setoran setiap harinya. ”Ya kita nunggu bantuan dari pemerintah. Yang penting setoran lancar, dapur ngebul,” ujarnya. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan Wakil Ketua DPC Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Bogor, Freddy Djuhardi, kerugian yang dialami angkot di Kota Hujan sebesar Rp540 juta per hari. Di mana satu angkot merugi Rp201 ribu dari total 18 rit yang harus disetorkan. ”Iya karena sekolah libur, pendapatan berkurang 40 persen. Itu dihitung dari rata-rata pengguna angkot dari golongan anak sekolah,” jelasnya. Di lokasi berbeda, pedagang roti bakar yang biasa mangkal depan SMP Budi Mulya Kota Bogor, Asep (52), mengaku tidak tahu jika per hari ini (kemarin, red) sekolah diliburkan. Itu tergambar jelas dari kondisi trotoar yang biasanya dipenuhi pedagang jajanan terlihat sepi. ”Kaget juga tadi mangkal kok sendirian. Kirain ada apa, eh ternyata libur. Kita nggak tahu kalau libur,” ungkapnya. Dengan kondisi yang sudah tidak memungkinkan untuk berdagang di sekolah, Asep memilih pindah lokasi ke taman-taman. ”Pindah saja lah ke Taman Sempur. Di sini juga nggak laku, sepi pembeli,” imbuhnya. Efek domino yang dihasilkan dari satu kebijakan ini, menurut Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bogor Fahrudin, merupakan konsekuensi yang harus diterima semua pihak. Sebab, tidak ada cara lain memutus mata rantai penyebaran virus corona yang menghantui siswa-siswi di Kota Bogor. ”Jadi ya risikonya seperti ini. Ini sudah kami perhitungkan sebelumnya,” katanya saat ditemui di Balai Kota Bogor. Selain dampak ekonomi, ia juga harus turun memonitoring siswa-siswi yang masih tidak memahami tujuan dari diliburkannya kegiatan belajar mengajar di sekolah. Setelah patroli sejak pagi sampai siang, ia masih mendapati siswa yang berkeliaran di jalanan atau di tempat hiburan. Bahkan, ada siswa yang datang ke sekolah. ”Jadi masih ada siswa yang gagal paham. Untuk itu, saya sudah menginstruksikan seluruh Satgas Pendidikan agar berjaga-jaga di tempat hiburan dan mal,” tegasnya. Terpisah, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bogor, Eko Prabowo, menilai, apa yang dialami para sopir angkot bukan hal baru. Sebab, saat libur sekolah dan tanggal merah, mereka juga merasakan penurunan jumlah penumpang. ”Kami akan coba memberikan pemahaman kepada sopir angkot dan badan hukum, kalau kondisinya sedang seperti ini. Tapi percayalah kalau rezeki sudah ada yang ngatur,” katanya. Selain itu, pria yang akrab disapa Danjen ini akan secepatnya mengeluarkan imbauan kepada seluruh pemilik angkot agar memasang hand sanitizer di setiap angkot Kota Bogor. Sebab, hasil pemantauan, angkot atau moda transportasi umum merupakan salah satu tempat yang memungkinkan terjadinya penyebaran virus Covid-19. ”Memang sekarang hand sanitizer sulit didapat, tapi kami akan memberikan pelajaran kepada pemilik angkot untuk membuat hand sanitizer sendiri,” pungkasnya.(dil/c/yok/py)