METROPOLITAN - Penerapan kebijakan Work From Home (WFH) belakangan jadi sorotan. Sebab, kebijakan tersebut dinilai rentan disalahgunakan sejumlah instansi pemerintahan. Salah satunya DPRD Kota Bogor. Alih-alih menjalankan WFH, para legislator malah asyik diam di rumah tanpa melakukan tugas sebagai penyambung lidah rakyat. Bahkan tersiar kabar jika DPRD Kota Bogor menerapkan kebijakan lockdown, dengan tidak menerima layanan aduan masyarakat hingga menutup tamu masuk ke gedung DPRD. Pengamat Kebijakan, Sofyan Sjaf, menilai, penerapan WFH bagi legislator harus digunakan dengan bijak. Meski bekerja dari rumah, anggota dewan wajib menjalankan tugas dan fungsinya masing-masing di setiap wilayahnya. ”WFH bagi anggota DPRD harus turun ke desa atau daerah pemilihannya masing-masing. Jadi, tidak serta merta berleha-leha di rumah. Mereka tetap harus melakukan fungsinya sebagai penyambung aspirasi masyarakat,” ujarnya. Satu hal yang dirasa kurang tepat jika anggota dewan mengabaikan nasib masyarakatnya. Paling tidak, anggota DPRD mengetahui kondisi daerah pemilihannya terkait penyebaran Covid-19. ”Ya minimal dewan tahu dan memberikan edukasi kepada masyarakat soal ini. Tapi tetap, bukan dalam bentuk pengumpulan massa, melainkan door to door dan tetap jaga jarak,” tegasnya. Menanggapi hal tersebut, Kasubbag Humas, Protokol dan Publikasi DPRD Kota Bogor, Yunil Hafiizh Sadar, menyangkalnya. Ia menegaskan, pihaknya sama sekali tidak menerapkan kebijakan lockdown. ”DPRD Kota Bogor tidak pernah mengeluarkan kebijakan untuk tidak menerima kunjungan dari masyarakat di tengah pandemi Covid-19,” katanya. Terkait konten gambar yang sebelumnya diunggah di media sosial Instagram @humpro_setwan_kota bogor yang berisi pembatasan kunjungan, itu hanya berlaku kunjungan kerja (kunker) dari instansi luar, bukan masyarakat. ”Jadi, bagi DPRD kota maupun kabupaten yang hendak berkunjung, studi banding atau kunjungan kerja ke DPRD Kota Bogor sementara waktu kita tidak bisa terima dulu,” ujarnya. ”Jadi, nggak ada istilah lockdown. Yang ada hanya pembatasan kunjungan kerja. Selebihnya, semua seperti biasa. Walau tidak semua datang ke kantor, kita terapkan sistem piket setiap harinya. Itu paling yang membedakan,” tegasnya. Sementara itu, Pengamat Pemerintahan, Nirwono Joga, menuturkan, walau tidak bisa secara langsung bersentuhan dengan masyarakat, legislator bisa melakukan cara lain dengan memanfaatkan teknologi. ”Untuk kondisi saat ini, anggota DPRD tidak bisa turun langsung ke konstituennya. Tapi, mereka bisa memantau masyarakat melalui media komunikasi untuk menampung aspirasi masyarakat dan melakukan kampanye penyuluhan soal Covid-19,” bebernya saat dihubungi Metropolitan. ”Salah besar kalau mereka hanya leha-leha atau nyantai di rumah dan mengabaikan masyarakat. DPRD ini kan jembatan warga dengan pemerintah. Setidaknya mereka harus standby 24 jam untuk menampung aspirasi, keluhan dan kebutuhan masyarakat,” sambungnya. Tak hanya itu, ia juga meminta anggota DPRD menjadi motor penggerak penanganan Covid-19 serta menjaring dan menjembatani aspirasi masyarakat. (ogi/c/yok/py)