Masa pandemi Covid-19 yang tak kunjung selesai, rupanya memberikan dampak signifikan kepada pekerja seni. Seperti dialami Ki Darajat sebagai pencipta wayang bambu yang harus menggagalkan 15 pertunjukannya selama penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). WAYANG khas Kampung Cijahe, Curugmekar, Kecamatan Semplak, Kota Bogor ini termasuk salah satu jenis kesenian yang langka dan jarang bisa ditemui di sembarang tempat. Namun dengan adanya pandemi, membuat budaya khas Bogor ini kehilangan panggungnya. Sedikitnya 15 panggung terhambat sejak Ramadan. Padahal, saat Ramadan, pekerja seni seharusnya bisa melakukan pagelaran seperti kerja sama syiar dengan ulama dan kegiatan keagamaan lainnya. ”Bahkan sudah ada yang dibayarkan uang muka, namun tidak jadi pentas. Kita juga sejak Ramadan jadi tidak bisa kolaborasi dengan ulama, Rajaban atau Mauludan. Ya itulah dampaknya,” terang Ki Darajat saat ditemui di padepokannya. Sejak berdiri 21 Juli 2000, wayang bambu telah memberikan kontribusi kepada pemerintah. Wayang bambu juga sudah melakukan pertunjukan di berbagai wilayah Indonesia, bahkan sudah menjelajahi delapan negara di ASEAN dan Jepang. “Padahal, wayang bambu sudah banyak berkontribusi terhadap pemerintah, membantu melestarikan budaya khas Bogor. Setidaknya sebagai induk kita (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bogor, red) itu bisa memberikan timbal balik dengan memperhatikan kita,” tuturnya. Dari awal berdiri, wayang bambu resmi terdaftar di Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi). Wayang bambu merupakan bentuk inovatif sebagai bentuk wayang khas Bogor yang terbuat 95 persen berbahan dasar bambu. Wayang bambu ini mengambil cerita keseharian masyarakat, seperti edukasi seks bebas, edukasi narkoba, bagaimana berbakti kepada orang tua dan cerita budaya serta moral lainnya. Berbeda dengan wayang di Indonesia yang bercerita tentang kisah Ramayana atau Mahabarata. “Kami sebagai seniman wayang bambu ingin membantu pemerintah menyelamatkan generasi bangsa melalui edukasi. Bagaimana caranya agar masyarakat sekarang cinta seni budaya,” tegasnya. Ia berharap pemerintah lebih memperhatikan seniman budayawan yang membantu pemerintah melestarikan budaya. Sebab, pandemi ini sangat berdampak pada pelaku seni seperti budayawan. Berbeda dengan seniman budayawan yang mengatasnamakan sanggar yang memang memiliki penghasilan tertentu. (mg1/mam/py)