METROPOLITAN – Gunung Kapur di Kecamatan Klapanunggal belakangan menjadi perbincangan. Disebut punya potensi jadi tempat wisata, pengerukan batu kapur masih terus terjadi, sehingga merusak kondisi alam. Belum lagi ditengarai beberapa area yang tidak diizinkan ’digarap' justru menjadi lumbung secara liar.Hal tersebut diungkapkan Camat Klapanunggal, Ahmad Kosasih, kepada wartawan, kemarin. Ia menuturkan, di lokasi itu pada dasarnya ada beberapa pihak yang diizinkan berkegiatan, seperti PT Solusi Bangun Indonesia (eks Holcim) di Desa Nambo, PT WES dan koperasi tambang. Desa Nambo kini tengah melakukan pendataan dan pemetaan wilayah yang izinnya dimiliki masing-masing. ”Ini supaya ketahuan batas wilayah mana yang sudah berizin dan di luar area yang diizinkan. Kalau PT-PT dan koperasi itu sudah ada izin untuk nambang,” katanya kepada Metropolitan, Kamis (25/6). Saat ditanya soal kegiatan penambangan di luar itu, ia mendapat informasi saat rapat di Nambo bahwa untuk warga yang menambang itu dikoordinasikan koperasi. ”Cuma saya belum pastikan, apakah nambangnya di dalam areal yang diizinkan atau di luar area yang diizinkan,” imbuhnya. Jika nanti kedapatan ada yang menambang di area di luar izin, tindakan dari kecamatan bakal meminta pihak berwenang untuk menutup. ”Kita minta ditutup sama yang berwenang,” ujarnya. Selain di Desa Nambo, ia juga mengakui bagian Gunung Kapur yang masuk wilayah Desa Klapanunggal pun masih ada area yang dijadikan lokasi penambangan. Padahal, desa tersebut tengah berupaya mencegah kegiatan tambang dengan rencana pengembangan wisata Goa Lalay. ”Ternyata untuk Desa Klapanunggal sudah ada upaya pencegahan penambangan liar dengan rencana pengembangan wisata Goa Lalay. Tapi, masih ada di luar areal pengembangan wisata yang masih ditambang,” terangnya. Sebelumnya, Kepala Desa (Kades) Klapanunggal, Tini Prihartini, mengakui masih adanya penambangan secara liar yang dilakukan di wilayahnya. Pemerintah desa pun meminta dengan tegas agar warga berhenti melakukan penggalian di Gunung Kapur. “Memang itu ada kewenangan banyak pihak juga, ada koperasi, ada perusahaan, seperti PT Holcim hingga ada bagian milik Perhutani. Kita berharap bisa diberhentikan,” katanya saat dihubungi Metropolitan, Rabu (24/6). Selain itu, pihaknya juga berupaya ’memindahkan’ mata pencaharian pertambangan warga ke sektor pariwisata dengan menggarap Goa Lalai sebagai lokasi wisata. Sayangnya, upaya tersebut terkendala pandemi Covid-19. ”Setidaknya bisa membuka peluang bagi warga mencari nafkah di sektor wisata. Apalagi, saya baru menjabat Agustus,” terangnya. Saat dikonfirmasi, Corporate Communications Superintendent Region 1 PT Holcim, Ian Rolando Ferdinadus, mengakui pihaknya sudah memiliki izin untuk penambangan. Namun bagi orang luar, menambang di area perusahaan tidak diizinkan. Ia sendiri baru mendengar soal penambangan liar yang terjadi di Gunung Kapur dan tidak tahu-menahu selain di perusahaannya. ”Karena Gunung Kapur di Klapanunggal kan luas. Kalau soal penambangan, kita sudah punya izin penambangannya. Kalau izin menambang di area luar perusahaan, kita tak pernah ikut campur. Bukan kewenangan kita untuk memberikan izin. Itu ada regulasinya,” bebernya. (ryn/b/mam/py)