metro-bogor

Tambang Liar Harus Ditutup

Jumat, 26 Juni 2020 | 09:44 WIB

METROPOLITAN – Gu­nung Kapur di Kecamatan Klapanunggal belakangan menjadi perbincangan. Di­sebut punya potensi jadi tempat wisata, pengerukan batu kapur masih terus ter­jadi, sehingga merusak kon­disi alam. Belum lagi di­tengarai beberapa area yang tidak diizinkan ’digarap'  justru menjadi lumbung secara liar.­Hal tersebut diungkapkan Camat Klapanunggal, Ahmad Kosasih, kepada wartawan, kemarin. Ia menuturkan, di lokasi itu pada dasarnya ada beberapa pihak yang diizinkan berke­giatan, seperti PT Solusi Bangun Indonesia (eks Holcim) di Desa Nambo, PT WES dan koperasi tambang. Desa Nambo kini tengah melakukan pendataan dan pemetaan wilayah yang izinnya dimiliki masing-masing. ”Ini supaya ketahuan batas wilayah mana yang sudah berizin dan di luar area yang diizinkan. Kalau PT-PT dan koperasi itu sudah ada izin untuk nambang,” katanya kepada Metropolitan, Kamis (25/6). Saat ditanya soal kegiatan penambangan di luar itu, ia mendapat informasi saat ra­pat di Nambo bahwa untuk warga yang menambang itu dikoordinasikan koperasi. ”Cuma saya belum pastikan, apakah nambangnya di dalam areal yang diizinkan atau di luar area yang diizinkan,” im­buhnya. Jika nanti kedapatan ada yang menambang di area di luar izin, tindakan dari kecamatan bakal meminta pihak ber­wenang untuk menutup. ”Kita minta ditutup sama yang berwenang,” ujarnya. Selain di Desa Nambo, ia juga mengakui bagian Gunung Kapur yang masuk wilayah Desa Klapanunggal pun ma­sih ada area yang dijadikan lokasi penambangan. Padahal, desa tersebut tengah berupaya mencegah kegiatan tambang dengan rencana peng­embangan wisata Goa Lalay. ”Ternyata untuk Desa Kla­panunggal sudah ada upaya pencegahan penambangan liar dengan rencana peng­embangan wisata Goa Lalay. Tapi, masih ada di luar are­al pengembangan wisata yang masih ditambang,” terangnya. Sebelumnya, Kepala Desa (Kades) Klapanunggal, Tini Prihartini, mengakui masih adanya penambangan secara liar yang dilakukan di wilay­ahnya. Pemerintah desa pun meminta dengan tegas agar warga berhenti melakukan penggalian di Gunung Kapur. “Memang itu ada kewenangan banyak pihak juga, ada kope­rasi, ada perusahaan, seper­ti PT Holcim hingga ada ba­gian milik Perhutani. Kita berharap bisa diberhentikan,” katanya saat dihubungi Met­ropolitan, Rabu (24/6). Selain itu, pihaknya juga berupaya ’memindahkan’ mata pencaharian per­tambangan warga ke sektor pariwisata dengan mengga­rap Goa Lalai sebagai lokasi wisata. Sayangnya, upaya tersebut terkendala pandemi Covid-19. ”Setidaknya bisa membuka peluang bagi warga mencari nafkah di sektor wisata. Apalagi, saya baru menjabat Agustus,” te­rangnya. Saat dikonfirmasi, Corpo­rate Communications Super­intendent Region 1 PT Holcim, Ian Rolando Ferdinadus, mengakui pihaknya sudah memiliki izin untuk penambangan. Namun bagi orang luar, menambang di area perusahaan tidak dii­zinkan. Ia sendiri baru men­dengar soal penambangan liar yang terjadi di Gunung Kapur dan tidak tahu-me­nahu selain di perusahaan­nya. ”Karena Gunung Kapur di Klapanunggal kan luas. Kalau soal penambangan, kita sudah punya izin penambangannya. Kalau izin menambang di area luar perusahaan, kita tak per­nah ikut campur. Bukan ke­wenangan kita untuk mem­berikan izin. Itu ada regula­sinya,” bebernya. (ryn/b/mam/py)

Tags

Terkini