metro-bogor

Melanggar Dulu, Tukar Guling Kemudian

Selasa, 21 Juli 2020 | 09:50 WIB

METROPOLITAN - Pembangunan kampus dan waterpark bodong alias tak berizin milik Yayasan Asho­kal Hajar atau Borcess terus jadi sorotan. Ramai-ramai suara muncul soal desakan pembongkaran, setelah lo­kasi tersebut disebut melang­gar Peraturan Daerah (Perda) Lahan Persawahan Pangan Berkelanjutan (LP2B). Namun, perwakilan Yayasan Ashokal Hajar, Marullah, justru mengklaim pihaknya sudah membayar uang denda sebe­sar Rp50 juta ke kas negara sesuai putusan hakim Penga­dilan Negeri (PN) Cibinong pada sidang Tindak Pidana Ringan (Tipikor), beberapa waktu lalu. ”Dendanya sudah dibayar,” ungkapnya saat di­konfirmasi Metropolitan, Senin (20/7) siang. Saat ini, sambung Marullah, pihaknya tengah mencari luasan sebenarnya pada lahan yang sudah dibangun yang masuk LP2B. Sebab, dari se­kitar 1,7 hektare luas keseluru­han, tidak semuanya masuk LP2B. Bahkan, ia menyebutkan yayasan sudah menyiapkan lahan pengganti. ”Tahap pertama men­cari luasan yang masuk LP2B dulu. Kalau lahan penggan­ti sudah kita siapkan. Ini kita sedang di pemda untuk mengurus itu,” ujarnya. ­ Desakan agar bangunan yang melanggar LP2B itu di­bongkar disuarakan banyak pihak. Salah satunya Direktur Lembaga Pemerhati Kebija­kan Publik (LPKP) Rahmatul­lah. Ia mendesak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor tidak tebang pilih dalam me­negakkan perda. Meskipun pembangunan itu lembaga pendidikan, jika ada pelang­garan hukum dan cara yang salah harus diberikan tinda­kan tegas. ”Kalau perlu dibongkar saja, karena jelas kok. Selain nggak ada Izin Mendirikan Bangunan (IMB), juga me­langgar Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Kalau nggak, itu jadi contoh yang tidak baik buat yang lain. Meskipun lembaga pendidikan ya,” ka­tanya, Senin (20/7). Rahmatullah menerangkan, ini seharusnya tidak sulit karena yayasan tinggal menge­cek tempat yang akan di­bangun masuk zona persa­wahan atau bukan. Jika ma­suk lahan basah, tentu ber­benturan dengan Perda Nomor 11 Tahun 2016 dan tidak akan keluar IMB-nya. ”Bukannya dapat izin, ma­lah sanksi yang akan didapat. Kecuali perdanya diubah, tapi kan itu butuh proses panjang dan rumit. Di sini masyarakat harus benar-benar paham. Yayasan Borcess jangan mau diiming-imingi oleh oknum yang mengaku bisa urus izin. Mengubah aturan kan nggak gampang, ada koordinasi dengan ba­nyak dinas. Mulai dari per­tanian, tata tuang, perenca­naan hingga PUPR,” beber Along, sapaan karibnya. Tak hanya itu, sambung Along, berkembangnya kasus waterpark dan kampus Bor­cess yang belum berizin dan melanggar Perda LP2B seha­rusnya menjadi ’pintu masuk’ bagi Pemkab Bogor serta DPRD Kabupaten Bogor un­tuk melakukan evaluasi kai­tan mana saja bangunan yang dibangun di atas lahan basah atau persawahan sesuai Perda LP2B. Jangan sampai pemerintah daerah kehilangan wibawa ketimbang oknum yang menjanjikan izin. ”Ini pintu masuk pemda dan DPRD, mana saja bangunan yang kasusnya begitu. Kita dukung itu, kita yakin lah bupati bisa lakukan itu. Jangan mau kalah sama oknum, tunjukkan wibawa bupati dan pemerintahannya,” ujarnya. Sebelumnya, setelah dinya­takan bersalah dan dikenakan denda Rp50 juta oleh Penga­dilan Negeri (PN) Cibinong, Komisi III DPRD Kabupaten Bogor berencana menda­tangi lokasi yang diduga me­langgar Peraturan Daerah (Perda) Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) itu. Ancaman pembongkaran menanti jika saat ditinjau terbukti melanggar perda tersebut. Hal tersebut diungkapkan Ketua Komisi III DPRD Ka-bupaten Bogor, Sastra Wi­nara. Politisi Partai Gerindra itu mengaku tengah mem­bahas kunjungan ke lokasi waterpark di Kecamatan Rancabungur itu. Wakil rakyat di Komisi III itu ingin melihat bagaimana kondisi nyata di lokasi pembangunan. “Kami tengah membahas untuk menga­gendakan kunjungan ke lo­kasi tersebut. Kami ingin melihat sejauh mana kon­disi di lapangan, bagaimana kesesuaian eksisting-nya yang informasinya berada di atas lahan LP2B,” katanya kepada Metropolitan, Minggu (19/7). Jika nanti saat disidak ke lokasi yang dibangun yayasan itu termasuk lahan basah atau persawahan sesuai Perda LP2B, pihaknya tidak segan-segan mendorong pembong­karan pembangunan yang sudah berjalan itu serta bangunan yang sudah ada. “Nanti kalau ditinjau me­mang terbukti melanggar perda itu, ya kami minta di­bongkar saja. Kan sudah jelas nggak mungkin aturan yang menyesuaikan hanya demi ini. Kami akan lihat substan­si itu, kesesuaian bangunan,” ujarnya. Ia memastikan agenda itu bakal dilakukan secepatnya, sembari menunggu pem­bayaran denda yang harus dipenuhi yayasan karena terbukti melanggar dan su­dah diputus vonis pengadi­lan. “Secepatnya lah. Me­reka juga kan sudah diputus vonis Rp50 juta ya oleh pengadilan. Nah, kita tung­gu itu juga kapan dibayar­kannya. Seiring sejalan kita akan tinjau lokasi,” tegasnya. (ryn/c/yok/py)

Tags

Terkini