METROPOLITAN – Penutupan akses menuju lahan seluas 1,3 hektare milik tiga ahli waris, di antaranya ahli waris keluarga Haji Sirod, ahli waris Santa Wirya dan ahli waris Haji Sofyan, di Kampung Parungbanteng, Kelurahan Katulampa, Kecamatan Bogor Timur yang terdampak proyek exit Tol Jagorawi KM 42,5 Interchange akhirnya mengajukan gugatan ke PN Bogor. Sejumlah pihak menjadi tergugat dalam kasus itu, di antaranya Wali Kota Bogor Bima Arya, Sekda Ade Sarip Hidayat, camat Bogor Timur, lurah Katulampa, Kementerian PUPR, Jasa Marga, PT Gunung Swarna Abadi dan PT Bogor Raya. Sidang perdana gugatan dilakukan di ruang Candra Pengadilan Negeri (PN) Kota Bogor. Namun sidang perdana ini gagal digelar, karena pihak tergugat yaitu Pemerintah Kota Bogor tidak hadir. Hanya pihak Kementerian PUPR yang hadir, tetapi tidak membawa surat kuasa. Kuasa hukum warga pemilik lahan, Dwi Arsywendo, mengatakan, pokok permasalahan dari gugatan ini terkait pembangunan jalan tol proyek Interchange exit tol KM 42,5 di depan akses masuk ke lahan milik warga, sehingga proyek itu berimbas ke lahan warga yang saat ini dipagari beton dan tidak bisa dimasuki pemilik lahan. Dwi menjelaskan, sejak awal sudah dilakukan somasi sampai mediasi tapi tidak ada titik temu. Bahkan saat pertemuan pertama, pihak terkait selalu mangkir. Lalu dilakukan mediasi kedua dan dilaksanakan di Kafe Lotus oleh pihak kelurahan, tapi keluarga tidak dikabari. Mediasi kembali dilakukan di kantor kecamatan Bogor Timur pada Desember 2019, di mana pengembang tidak hadir termasuk Pemkot Bogor. Jadi tidak ada titik temu, sehingga dilayangkan surat ke Pemkot Bogor, tapi belum ada respons dan jawaban apa pun. ”Kami akhirnya melakukan gugatan perbuatan melawan hukum terkait pemagaran lahan warga yang terimbas proyek Interchange pintu exit Tol Jagorawi KM42,5 itu,” tegas Dwi saat ditemui Metropolitan di PN Bogor, Rabu (16/9). Ia juga mengungkapkan kekecewaannya karena dalam sidang perdana pihak tergugat tidak hadir. Padahal, kasus ini sudah terjadi sejak setahun lalu dan Pemkot Bogor terkesan tidak ada iktikad untuk menyelesaikan persoalan ini. Dwi berharap dengan adanya proses gugatan ini sudah seharusnya semua pihak hadir untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. ”Kami melakukan gugatan ini untuk mendapatkan kejelasan dan kepastian soal pemagaran yang dilakukan dan soal akses jalan menuju ke lahan itu. Sidang akan dilanjutkan tiga minggu ke depan dan diharapkan semua pihak hadir. Kalau tidak bersalah, kenapa harus tidak hadir dalam sidang,” tegasnya. Terpisah, Kabag Hukum dan HAM Kota Bogor, Alma Wiranta, mengatakan, perkara tersebut dalam kedudukan para pihak dinilai error in persona, karena salah menempatkan Pemkot Bogor sebagai tergugat. Menurut Alma, terjadinya kesalahan ini dikarenakan proyek tersebut dikelola Kementerian PUPR meskipun lokasinya di Kota Bogor. Termasuk proses perizinan yang tidak pernah melalui Pemkot Bogor. Sebagaimana gugatan tersebut perlu diperjelas kerugian masyarakat pada pembatasan jalan akses ke tol atau jalan masyarakat yang ditutup tol. Ini juga sudah diperiksa di TKP bahwa akses masyarakat masih ada di kebun singkong, namun hal ini harus didalami lagi supaya kepentingan masyarakat dan kebutuhan pembangunan bisa sejalan. ”Kami sudah melihat ke lokasi dan objek yang diajukan gugatan. Itu merupakan kewenangan Kementerian PUPR, bukan izin Pemkot Bogor. Saya akan terus mendalami kebenaran materilnya,” jelas Alma.(dil/b/mam/py)