Sengkarut persoalan yang menerpa Perusahaan Daerah Jasa Transportasi (PDJT), membuat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bogor membuka opsi untuk mempailitkan perusahaan berpelat merah tersebut. Namun, Pemkot Bogor terkesan tidak rela dengan opsi yang diusung wakil rakyat itu. Terlebih, urusan transportasi merupakan salah satu fokus Pemkot Bogor. WAKIL Wali Kota Bogor, Dedie Rachim, mengatakan, dengan disahkannya Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Perubahan Badan Usaha PDJT menjadi Perusahaan Umum Daerah (Perumda) sudah berisikan program restrukturisasi PDJT dan dapat menyelamatkan perusahaan pelat merah tersebut. ”Mudah-mudahan tidak dipailitkan, karena sudah ada program restrukturisasi bisnis PDJT,” terangnya kepada Metropolitan, Rabu (11/11). Menurut Dedie, jika ingin menyelamatkan PDJT maka semuanya harus berbicara ke depan. Di mana dalam rencana restrukturisasi bisnis PDJT akan ada beberapa core bisnis baru yang bisa menyelamatkan PDJT dari keterpurukan. Sebab, dengan hadirnya bisnis baru ini, diharapkan bisa menyelesaikan sengkarut persoalan PDJT, di mana berupa miss-management, masalah internal, kondisi bisnis yang tidak sehat dan belum adanya subsidi. Sehingga untuk menyelamatkan PDJT, lanjut Dedie, tidak perlu menggunakan Penyertaan Modal Pemerintah (PMP) lagi. Sedangkan jika PDJT dipailitkan, maka aset-aset yang ada di PDJT pun tak akan memenuhi membayar kewajiban. ”Itu bagian rencana restrukturisasi. Masa minta PMP lagi? Makanya kita cari solusi di luar PMP. Kalaupun dipailitkan, asetnya juga tidak memenuhi untuk membayar kewajiban,” terangnya. Memang berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 11 Tahun 2015 tentang Penyertaan Modal Daerah kepada PDJT, Pemerintah Kota Bogor sudah menunaikan kewajibannya dalam memberikan PMP kepada PDJT. Di mana jumlah penyertaan modal sebesar Rp30 miliar yang tercantum dalam Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 5 Tahun 2007 tentang Perusahaan Daerah Jasa Transportasi, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 11 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 5 Tahun 2007 tentang Perusahaan Daerah Jasa Transportasi memiliki rincian sebagai berikut. Pemkot Bogor telah menyetorkan modal dasar sebesar Rp20 miliar yang dibayarkan bertahap sejak 2007. Di mana pada 2007 Pemkot Bogor memberikan PMP sebesar Rp1,5 miliar, lalu pada 2008 menyetorkan PMP sebesar Rp2,6 miliar, pada 2009 sebesar Rp2 miliar, pada 2011 sebesar Rp2 miliar, pada 2012 sebesar Rp5 miliar, pada 2013 sebesar Rp4 miliar dan 2014 sebesar Rp3,3 miliar. Selain itu, Pemkot Bogor juga memberikan aset berupa bus dan mobil derek senilai Rp9,5 miliar yang kalau dirinci berupa 10 unit bus dengan nilai Rp3 miliar, 20 unit bus dengan nilai Rp6,2 miliar dan satu unit mobil derek dengan nilai Rp218 juta. Meski sudah memberikan kewajibannya, Pemkot Bogor tetap memberikan suntikan dana kepada PDJT sebesar Rp5,5 miliar pada 2015 dengan landasan hasil kajian investasi daerah Nomor 102/BEST-BS/lap.FS/I/2015, tanggal 5 Januari 2015. ”PMP ini lah yang ingin kita usut sebenarnya. Karena pasca adanya PMP ini, PDJT mulai menujukkan kolaps,” ujar anggota Komisi II DPRD Kota Bogor, Shendy Pratama. Untuk itu, Shendy pun mengungkapkan kalau saat ini kasus PDJT sudah dipegang Komisi II dan rencananya pihak legislatif akan memanggil Pemkot Bogor dan PDJT untuk membahas bagaimana nasib PDJT ke depan. ”Dalam waktu dekat Komisi II akan memanggil PDJT terlebih dulu, baru nanti kita putuskan ke depannya bagaimana,” tutupnya.(dil/c/mam/py)