METROPOLITAN - Polemik Promosi-Rotasi yang dilakukan Wali Kota Bogor, Bima Arya, rupanya berbuntut panjang. Terlebih beredar kabar jika aturan rotasi dan promosi tersebut diduga terindikasi cacat hukum. Sebagaimana perombakan tersebut, rupanya diketahui masih mengacu pada Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 17 Tahun 2019, seperti tertuang dalam Keputusan Wali Kota Bogor Nomor 800/kep.130- bpksdm/2021 tentang Pengangkatan dan Alih Tugas Dari dan Dalam Jabatan Administrator dan Jabatan Pengawas di lingkungan Pemkot Bogor. Padahal, perwali tersebut telah dua kali direvisi menjadi Perwali 50 dan 51 dan Perwali 63 Tahun 2020. Seperti yang diungkapkan anggota DPRD Kota Bogor, Atty Somaddikarya. Menurutnya, syarat kepemilikan Sertifikasi Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) pada Perwali Nomor 17 Tahun 2019 Pasal 9 Ayat (1) huruf F dan Pasal 10 huruf G berlaku untuk Eselon IIIa dan IVa harus memiliki SPBJ. ”Sejumlah pejabat yang seharusnya punya kesempatan promosi akan terhambat. Rotasi dan promosi yang dilakukan beberapa waktu lalu harus dibatalkan jika yang dapat promosi Eselon IIIa dan IVa tidak memiliki SPBJ sesuai Perwali Nomor 17 Tahun 2019,” ujarnya. Jika disebut Perwali 50 dan 51 Tahun 2020 itu belum dipakai selama pandemi, Atty mempertanyakan mengapa yang dipakai Perwali Nomor 17 masih jadi dasar padahal yang jelas-jelas sudah direvisi. ”Lagi pula kalau perwali itu tidak digunakan dengan alasan pandemi harusnya ada regulasi yang menggugurkan perwali tersebut, sebuah regulasi tidak bisa disampaikan secara lisan. Ini bagaimana jika regulasi yang buat tapi dilanggar oleh orang yang sama. Dugaan saya saat membuat Perwali dan membuat Surat Keputusan (SK) sebagai produk regulasinya tidak melibatkan bagian hukum di Pemerintah Kota Bogor,” bebernya. Baginya, ketidakjelasan acuan aturan dalam rotasi-mutasi ini memunculkan polemik karena tidak sedikit ASN yang terdampak. Mereka yang seharusnya bisa promosi malah terjegal aturan sendiri. Sementara itu, Pengamat Kebijakan Publik, Yusfitriadi, menegaskan jika proses dalam pemerintahan, termasuk rotasi dan promosi pegawai tidak berlandaskan regulasi yang ada, maka kebijakan tersebut bisa disebut cacat hukum. ”Apa pun alasannya, jika tidak berlandaskan regulasi yang masih berlaku keputusan itu cacat hukum,” ucapnya. Menurutnya, minimal ada beberapa prinsip yang harus menjadi dasar atas rotasi, mutasi dan pengangkatan ASN di lingkungan pemerintah mana pun. Di antaranya undang-undang yang operasionalnya melalui peraturan. Mutlak regulasi dan ketentuan yang masih berlaku menjadi landasan utama. ”Sehingga langkah Bima Arya dalam merotasi ASN dengan tidak mengindahkan regulasi, terlebih regulasi tersebut merupakan peraturan yang dibuatnya sendiri, menjadi sangat ambigu dan wajar ketika menuai polemik. Sehingga apa yang menjadi landasan walkot merotasi ASN kalau bukan berlandaskan regulasi,” tegasnya. Menurutnya, yang paling harus menjadikan landasan utama adalah regulasi. Karena ketika regulasi ditegakkan, maka akan menjawab semua pertanyaan publik. Ia berharap wali kota dan seluruh ASN di lingkungan Kota Bogor menjadikan regulasi, entah itu undang-undang, peraturan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, menjadi landasan utama dalam mengambil sebuah kebijakan dan keputusan. Sebelumnya, Bima Arya mengungkapkan jika Perwali 50 dan 51 Tahun 2030 yang merupakan revisi dari Perwali 16 dan 17 Tahun 2019 tidak berlaku selama pandemi masih terjadi di Kota Bogor. ”Saya minta itu tidak berlaku. Ya nanti lah kalau keadaan sudah normal, baru (berlaku). Sekarang kan kita butuh, misalkan orang ini bagus disini, kalau sudah ada hambatan administrasi ya itu akan mengganggu, jadi sudah tidak ada kendala,” tegasnya kepada Metropolitan saat ditemui di Puri Begawan, Senin (1/3). Tidak diberlakukannya perwali ini, sambung Bima, dikarenakan di masa pandemi ia menginginkan adanya percepatan dalam rotasi, mutasi dan promosi pejabat. ”Nggak ada. Itu sudah direvisi. Di masa pandemi ini kita butuh bergerak cepat, melakukan penyesuaian cepat, menggeser dan mengganti lebih luas. Nah, karena itu tidak berlaku lagi,” ungkapnya. (ryn/mam/py)