METROPOLITAN - Kantor Hukum Sembilan Bintang & Partners menggelar Webinar Nasional jilid #3 dengan tema ‘Membuka Jilid Baru Luka Lama: Sengkarut Megaproyek MNC Land (MNC Grup) dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)’, akhir pekan lalu. Webinar nasional ini menghadirkan beberapa narasumber, seperti Penelaah Hukum Publik Aulia Fahmi, Kuasa Hukum warga Ciletuhhilir Rudi Mulyana serta beberapa organisasi kemahasiswaan, NGO, mahasiswa dan masyarakat umum. Kali ini webinar mengupas beberapa persoalan yang menjadi tajuk utama. Di antaranya permasalahan dugaan penipuan terkait undangan buka puasa bersama yang dilakukan PT Lido Nirwana Parahyangan (MNC Land) yang kemudian secara tiba-tiba terbit persetujuan izin lokasi setelah pertemuan tersebut. Kuasa Hukum warga Ciletuhhilir, Rudi Mulyana, mengatakan, warga Kampung Ciletuhhilir, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, merasa telah dibohongi perusahaan saat menghadiri buka puasa bersama, sebagaimana surat undangan nomor 04/LNP-Permit/I/2014 tertanggal 10 Juli 2014. “Jelas bahwa dalam surat tersebut klien kami diundang untuk menghadiri undangan acara sosialisasi pengembangan Lido Lake Resort serta silaturahmi dan buka puasa bersama di Hotel Ruang Eboni-Cendana pada 15 Juli 2014, bukan untuk meminta persetujuan izin lokasi,” tegas Rudi. Tak cuma itu, perjuangan bertahun-tahun dilakukan melalui berbagai upaya dan instansi. Warga kemudian mengadukan permasalahan ini mulai dari presiden sampai kementerian dan instansi terkait. Bahkan sebelum ditetapkannya Kecamatan Cigombong sebagai wilayah KEK, pihaknya sudah melakukan pengaduan yang ditujukan kepada Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus sebagaimana surat nomor 091/ADN/SBLO/III/2021 pada 3 Maret 2021. “Akan tetapi semuanya seakan tutup mata dan abai atas nasib serta penderitaan yang dialami klien kami. Justru tiga bulan setelah kami mengadu, keluar PP Nomor 69 Tahun 2021 tentang KEK ditetapkan pemerintah,” tukasnya. Sementara itu, Penelaah Hukum Publik, Aulia Fahmi, menyampaikan beberapa unsur dan perbuatan yang dilakukan perusahaan yang patut diduga sudah melanggar hukum. Sebab faktanya, pasca pertemuan antara warga dengan pihak perusahaan tidak sesuai bunyi sebagaimana dalam surat undangan. Ia pun menyarankan agar permasalahan ini dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri. Lalu, tokoh masyarakat yang juga warga Kampung Ciletuhhilir, Djaja Mulyana, menegaskan bahwa warga masih menerima dampak dari pembangunan proyek tersebut. Bahkan sumber penghidupan warga saat ini sudah terenggut, mengingat kebun dan tanaman yang menjadi sumber pokok mata pencaharian penghidupan keluarga sudah dibongkar perusahaan sejak 2017. “Warga Kampung Ciletuhhilir sama sekali tidak pernah mendapat perhatian pemerintah. Bahkan suara penderitaan kami sebagai warga negara ini tidak kunjung mendapat bantuan dari pemerintah,” tuntasnya. Hingga berita ini diturunkan pun belum mendapat konfirmasi dari pihak MNC Land. (ryn/eka/py)