METROPOLITAN – Biskita Transpakuan berhenti beroperasi untuk sementara sejak 1 Januari. Hal ini menyusul keputusan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) yang akan mengevaluasi Program Buy The Service (BTS) tersebut. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bogor pun menagih laporan Perusahaan Daerah Jasa Transportasi (PDJT) sebagai operator selama Biskita Transpakuan mengaspal kurang lebih dua bulan. Ketua Komisi II DPRD Kota Bogor, Rusli Prihatevy, mengatakan, pihaknya ingin memanfaatkan waktu saat penyetopan operasional ini untuk melakukan evaluasi terhadap Biskita Transpakuan. “Dengan berhenti beroperasinya Biskita, DPRD meminta PDJT menyampaikan laporan operasional Biskita Transpakuan,” katanya, Rabu (5/1). Ia menambahkan, laporan tersebut bertujuan untuk mengkalkulasi biaya operasional Biskita Transpakuan selama mengaspal. Sehingga saat nanti ditetapkan tarif sudah sesuai kebutuhan operasional dan daya beli masyarakat di Kota Bogor. Plus, menghasilkan keuntungan pendapatan bagi PDJT. “Jangan sampai nantinya Biskita Transpakuan malah jadi beban Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) karena tidak berbanding lurus antara pendapatan dan biaya perawatan. Ini harus diperhitungkan,” tegas politisi Golkar itu. Selain laporan Biskita Transpakuan, Rusli menuturkan, pihaknya juga akan meminta business plan dari direktur baru PDJT. Ia menilai ada potensi tambahan pendapatan dari kehadiran Biskita Transpakuan selain dari penjualan tiket. “Tentu (salah satunya, red) iklan bisa menjadi sumber pendapatan selain penjualan tiket. Pemasangan iklan di shelter dan bus harus dimaksimalkan. Namun tentunya harus sesuai regulasi yang ada,” terangnya. Saat disinggung soal penyetopan operasional Biskita Transpakuan yang dinilai dilakukan secara mendadak, Rusli meminta PDJT dan Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bogor lebih memperhatikan sosialisasi kepada masyarakat. Sebab, berdasarkan hasil pantauannya, beberapa hari setelah pemberhentian operasional Biskita Transpakuan masih banyak masyarakat yang menanti kehadiran Biskita di beberapa halte. “Masalah sosialisasi dan informasi harus diperhatikan. Jangan sampai malah jadi masalah di kemudian hari yang membuat masyarakat enggan menggunakan Biskita Transpakuan saat sudah beroperasi lagi,” tuntas Rusli. (ryn/eka/py)