Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bogor memanggil direksi Perumda Jasa Transportasi hingga Dinas Perhubungan (Dishub) terkait kelanjutan operasional Biskita Transpakuan di Kota Bogor, Kamis (31/3). SELEPAS pertemuan, anggota Komisi II DPRD Kota Bogor, Ahmad Aswandi, mengatakan, saat rapat terkuak bahwa pemenang tender Program Buy The Service (BTS) untuk Biskita Transpakuan tahun ini yakni PT Kodjari. Nilainya diperkirakan mencapai Rp43 miliar yang akan cair pada April atau Mei. Hal itu pun menimbulkan pertanyaan lantaran pemenang tender bukan Perumda Jasa Transportasi selaku badan usaha milik Kota Bogor yang membidangi transportasi. “Kita ketahui bahwa pemenang itu adalah PT Kodjari, bukan Perumda (Jasa Transportasi). Artinya, Kodjari menggandeng perumda. Padahal kan konsep awal kita maunya Perumda yang jadi leader, menggandeng Kodjari. Sekarang malah terbalik,” katanya, Kamis (31/3). Qwonk, sapaan karibnya, menambahkan, hal itu disebabkan Perumda Jasa Transportasi dinilai tidak bisa mengikuti tender BTS. Alhasil, sebagai salah satu konsorsium pengelolaan Biskita Transpakuan tahun lalu, PT Kodjari didorong mengikuti tender. “Nah, memang sekarang pemenangnya Kodjari. Tapi jangan sampai ini merugikan perumda. Harus ada profit sharing yang real dan adil. Tak boleh memberatkan (salah satu saja, red), kerja sama itu dibangun untuk kepentingan dan kemajuan bersama,” tandas politisi PPP itu. Dengan kondisi saat ini, sambung Qwonk, terlihat skema bisnis dari Perumda Jasa Transportasi semakin tidak jelas dan melenceng dari core business transportasi yang menjadi ruh dari badan usaha yang sebelumnya bernama Perusahaan Daerah Jasa Transportasi (PDJT) itu. Ia pun mengkritisi skema subsidi berdasarkan ritase atau kilometer bus ngaspal. Baginya, hitungan ritase tidak menguntungkan secara kepentingan publik. Ia mencontohkan, ketika bus kosong alias tidak berpenumpang, tapi tetap dibayar BPTJ. “Kalau ke depan harus ada subsidi penumpang dari APBD, jelas berat. Sekarang kan masih ada subsidi dari BPTJ dengan hitungan ritase,” katanya. “Jadi, di mana fungsi pelayanan publiknya? Kalau subsidi dihitung ritase dengan berbagai macam hitungan BPTJ, hitungan kita di lokal ya merugikan. Subsidi berdasarkan penumpang itu lebih jelas,” ungkapnya. Qwonk juga mempertanyakan mengenai Kerjasama Operasional (KSO) Biskita Transpakuan saat ini. Salah satunya terkait PT Kodjari yang merupakan pemenang tender BTS, bukan perumda. “Apakah perjanjiannya itu sudah sama-sama menguntungkan kedua pihak. Atau, hanya menguntungkan salah satu pihak,” tegasnya. Padahal, tambah Qwonk, sejak awal DPRD meminta Perumda Jasa Transportasi harus memiliki ruh pelayanan dan mendapatkan profit. “Perumda dan PT itu ‘nggak ketemu’. Saya harap ada perjanjian di KSO yang menguntungkan. Perumda juga bukan hanya berkutat di pelayanan tetapi mesti ada keuntungan yang didapat, jangan sampai rugi,” tuturnya. Pihaknya pun akan mendalami substansi perjanjian dalam KSO pengelolaan Biskita Transpakuan, sehingga bisa ditentukan arah anggaran Perumda Jasa Transportasi. Di tempat yang sama, Direktur Perumda Jasa Transportasi, Lies Permana Lestari, menuturkan, pihaknya telah menjalankan mekanisme dan teknis lelang oleh BPTJ terkait pemilihan dan proses dalam e-Katalog. “Sudah dijelaskan dengan clear oleh BPTJ. Kronologisnya seperti apa dan sistem serta mekanisme, bagaimana skemanya,” katanya. Lies pun menegaskan kembali bahwa anggaran subsidi BTS bisa didapatkan terlebih dulu dengan menjalankan pelayanan. Apalagi, BPTJ punya tanggung jawab dalam mengawasi program yang dilaksanakan di lapangan. (ryn/mam/py)