metro-bogor

Ada Kelurahan Di Tanahsareal Memaksa Penerima BLT Beli Beras Dan Migor Rp175 Ribu, Lurah Kebonpedes: Saya Enggak Tahu

Senin, 18 April 2022 | 11:01 WIB

Lurah Kebonpedes, Kecamatan Tanahsareal, Wildan Rayhan, angkat suara terkait keberatan warga penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) Minyak Goreng (Migor) senilai Rp500 ribu yang dipaksa membeli beras dan migor seharga Rp175 ribu. “UNTUK masalah ini saya nggak tahu. Mungkin ini ini­siatif mereka (agen penyedia sembako, red) sendiri. Jujur saya mah nggak tau,” kata Rayhan kepada Metropolitan, Jumat (15/4). Meski begitu, pihaknya men­coba berpikir positif dari ke­jadian ini. ”Kemungkinan teman-teman dari agen ter­sebut berupaya memudahkan masyarakat ketimbang harus mencari di tempat lain,” ujar­nya. Apalagi, sambung Rayhan, agen PHK yang menyediakan beras dan migor ini bukan abal-abal, dalam artian me­reka sudah mendapatkan SK dari Kementerian Sosial (Ke­mensos). “Kalau saya berpikir ya men­coba positif. Mungkin me­reka berupaya memudahkan masyarakat daripada men­cari ke sana-ke sini,” tuturnya. “Cuma memang kalau dari kita imbauan dari Dinsos itu nggak ada. Hanya mengimbau dan mengarahkan bahwa uang itu digunakan sesuai perun­tukannya,” sambungnya. Saat disinggung soal kebe­ratan harga yang dijual, men­urutnya, itu relatif. Pada prin­sipnya bantuan ini bukan ke komoditi, melainkan uang tunai. “Kalau harga relatif. Kalau menurut saya untuk harga, yang tadi dibilang ada yang permasalahkan harganya lebih mahal. Tapi intinya ban­tuan ini bukan ke komoditi, tapi di uang,” ungkapnya. “Saya berpikir positif saja. Cuma setahu saya nggak maksa juga ko, kalau saya,” sambung Rayhan. Sementara itu, Kasi Kemas di Kelurahan Kebonpedes, Yunia Ningsih, menjelaskan, berdasarkan evaluasi dari penyaluran BPNT senilai Rp600 ribu lalu, diketahui warga penerima manfaat setelah mendapatkan bantuan tidak membelikan komoditi sesuai peruntukannya. Untuk itu, dalam penyaluran BLT Migor ini pihaknya mencoba mem­fasilitasi warga penerima manfaat, dalam arti untuk memudahkan mereka. “Banyak laporan ke saya RT, RW dan warga lainnya. Bu itu dapat uang tapi tidak dibeli­kan sesuai peruntukan, itu tidak apa-apa, kok itu dibo­lehkan? Seperti itu,” katanya. “Jadi, saya mengimbau yang di sini, karena bantuan ini kan program BLT Migor dan BPNT, kita ingatkan mereka tidak usah jauh-jauh. Jadi, mereka ada buktinya. Mereka pulang bawa uang, bawa minyak dan bawa beras,” ujarnya. “(Intinya, red) Kita tidak memaksa, tapi kita memfasilitasi istilah­nya kita tuh memudahkan mereka,” sambungnya. Saat disinggung apakah hal seperti ini akan dilakukan dalam penyaluran BLT Migor kedua, perempuan berhijab itu mengaku akan mengambil sisi terbaiknya. Sebab, kalau­pun dari penyaluran BLT Migor tahap pertama ini di­rasa ada kekurangan atau ada yang perlu diperbaiki, pihaknya akan mengevaluasinya. “Kita gimana baiknya saja, nanti kita evaluasi. Untuk hari ini yang disalurkan ada 570 pe­nerima manfaat, untuk besok sama 570 orang juga,” tuturnya. Sebelumnya, penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) minyak goreng (migor) seni­lai Rp500 ribu di Kota Bogor menuai persoalan dari warga Kelurahan Kebonpedes, Ke­camatan Tanahsareal. Sebab, warga merasa kesal karena dipaksa membeli beras dan migor senilai Rp175 ribu di lokasi pembagian. Informasi yang dihimpun Metropolitan, persoalan ini bermula saat ratusan warga Kelurahan Kebonpedes yang masuk ke dalam Keluarga Penerima Manfaat (KPM) mengantre penyaluran BLT Migor di Balai RW 02 Kebon­pedes. Mereka kemudian didata dan langsung mene­rima uang senilai Rp500 ribu dari perwakilan PT Pos Indo­nesia. Namun saat hendak pulang melewati pintu belakang, langkah mereka terhenti di salah satu meja yang sudah disiapkan. Di situ warga di­minta membeli beras seberat 10 kg dan minyak goreng ke­masan seberat dua liter dengan total biaya sebesar Rp175 ribu. Beberapa warga ada yang menolak, namun mereka te­tap diwajibkan membeli ka­rena keputusan ini berlaku bagi semua KPM yang mene­rima BLT Migor. “Kita dicegat harus beli be­ras sama minyak seharga Rp175 ribu. Harus beli di situ,” kata seorang penerima manfaat yang enggan menyebutkan namanya kepada wartawan, Jumat (14/4). “Kalau harga lebih murah sih nggak apa-apa, ini harga­nya lebih mahal. Itu mah kayak beras kalau pembagian PKH,” terangnya. (rez/eka/ py)

Tags

Terkini