Selain menyaksikan MotoGP 2022 di Sirkuit Mandalika, Metropolitan juga menyempatkan menikmati suasana Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat (NTB). Rupanya tidak sembarangan orang bisa begitu saja naik gunung dengan ketinggian 3.726 meter itu. Terlebih untuk mereka yang punya riwayat penyakit asma.
Oleh : Ryan Muttaqien
MENURUT dokter klinik yang biasa memeriksakan kesehatan calon pendaki di Gunung Rinjani, dr Bayu, calon pendaki Gunung Rinjani memang harus memenuhi beberapa syarat.
Salah satunya soal kesehatan jasmani dan rohani. ”Sebelum naik Gunung Rinjani, kami biasa memeriksa kesehatan calon pendaki, layak atau tidak untuk naik. Kami memeriksa dan cek tanda vital,” katanya kepada Metropolitan.id, belum lama ini.
Ia menambahkan, pengecekan tanda vital mulai dari tekanan darah, nadi, suhu tubuh, kadar oksigen dalam tubuh, hingga tinggi dan berat badan.
”Yang paling penting, yakni soal riwayat sakit. Seperti asma, pernah kecelakaan sampai menyebabkan patah tulang, hingga ambeyen,” jelasnya.
Terkait calon pendaki Gunung Rinjani yang punya riwayat sakit asma, dr Bayu punya beberapa saran.
”Untuk penderita asma, misalnya. Kita tahu di gunung itu suhunya dingin ya. Sangat berisiko untuk kumat asma. Kalau dingin, misalnya di Sembalun (kaki Gunung Rinjani, red) saja, itu bisa salju. Maka harus ada perhatian buat calon pendaki riwayat asma,” imbuhnya.
”Salah satunya asma harus kita anjurkan jangan lupa membawa obat penanganan asma. Seperti inhaler. Kita edukasi juga pendaki selalu bawa pakaian hangat dan makanan yang cukup untuk meningkatkan suhu,” tambah Bayu.
Calon pendaki juga harus memerhatikan tensi darah. Terlebih untuk calon pendaki yang diperiksa sebelum naik Gunung Rinjani namun punya tensi darah di atas 150, harus lebih memerhatikan makanan dan pakaian hangat.
”Mendaki itu kan lebih ke aktivitas fisik ya. Ketika (aktivitas, red) tinggi, maka tensi akan naik. Jadi bukan berarti tidak bisa, tapi harus memerhatikan kondisi vital kesehatan jasmani dan riwayat sakit,” tuntas Bayu. (ryn/run)