berita-utama

Pengembang GCC Bangun 1.900 Rumah Bodong

Selasa, 10 Januari 2017 | 09:05 WIB

Berkali-kali mendapat peringatan tak membuat pengembang Green Citayam City (GCC) jera. Sejak 2015 lalu hingga kini, pengembang nekat membangun ribuan rumah tanpa dilengkapi izin di Desa Ragajaya, Kecamatan Bojonggede, Kabupaten Bogor. Kemarin, Komisi III DPRD Kabupaten Bogor dibuat tercengang dengan banyaknya rumah yang telah dibangun namun tak memiliki izin.

Persoalan proyek pembangu­nan perumahan (GCC) terus berlanjut. Perumahan yang terbagi atas lima tempat di dua desa berbeda yakni Desa Ra­gajaya dan Desa Sasakpanjang sampai saat ini masih ’bodong’ alias belum memiliki Izin Men­dirikan Bangunan (IMB). Hal itu diketahui saat Komisi III DPRD Kabupaten Bogor menggelar kunjungan kerja ke perumahan yang berdiri di Jalan Raya Ci­tayam/Parung, Kampung Ce­ringin RW 11, Desa Ragajaya, kemarin.

Kedatangan anggota dewan di Bumi Tegar Beriman ini un­tuk memastikan terkait proses perizinan yang dilakukan atau diajukan pengembang GCC. “Kami sudah melakukan sidak ke sana dan menemukan pe­rizinannya belum diselesaikan, sedangkan bangunan sudah berdiri banyak. Makanya untuk persoalan Green Citayam City akan kita pansuskan dengan komisi I terkait perizinannya,” kata Ketua Komisi I DPRD Ka­bupaten Bogor Wawan Haikal.

Dalam sidak yang dilakukan, ada hal mengejutkan yang terjadi di dalam internal pe­megang saham Perumahan GCC. Lima pemegang saham proyek pembangunan itu ma­lah berselisih karena belum memiliki kesepakatan terkait pembangunan tersebut. “Ta­di ada konflik di internal peng­embangnya, mereka seperti belum ada kesepakatan gitu,” ujarnya.

Sementara itu, pantauan Met­ropolitan di salah satu tempat pembangunan GCC tepatnya di depan kantor Puskesmas Ragajaya sekitar pukul 15:00 WIB masih ada aktivitas pega­wai seperti biasa. Mereka ada yang tengah sibuk memper­baiki saluran selokan, memasang besi atau membuat pondasi rumah, mengecat bangunan serta ada beberapa pegawai juga yang tengah istirahat di bangunan yang sudah jadi ter­sebut.

Sedangkan, dari perkiraan unit rumah yang sudah berdiri ham­pir mencapai ratusan rumah itu di antaranya terbagi atas tiga kategori seperti ada rumah yang sudah jadi lengkap dengan cat baru berwarna hijau, tinggal menyisakan pemasangan atap serta masih berbentuk pon­dasi. “Kalau rencananya sih di sini (di depan Puskesmas Ra­gajaya) mau dibangun 3.800 unit dengan luasan 48 hektar persegi. Yang udah jadi sih se­ribuan lebih,” kata warga seki­tar yang enggan menyebutkan nama.

Menurut lelaki berusia 26 tahunan itu, pembangunan GCC terbagi atas lima titik dengan luasan total sekitar 155 hektar persegi. Satu unit rumah bersubsidi dibanderol seharga Rp149 juta sedangkan untuk unit rumah komersil (yang kemudian hari bisa dila­kukan renovasi) dipatok Rp280 juta. “Rumah yang subsidi setau kami hanya disiapkan 500 unit, kebanyakan yang komersil,” ucapnya.

Ia menjelaskan, sebenarnya warga sangat keberatan dengan proyek pembangunan GCC. Karena, saat dilakukan ganti rugi warga pemilik tanah hanya mendapatkan ganti sebesar Rp2.000 per satu meternya. “Ganti rugi per meter hanya dua ribu. Tidak ada komunikasi se­belumnya, tau-tau disegel dan digusur saja. Warga yang tanah­nya terkena gusur dan memilik surat langsung diganti saja, itu juga ada yang mau karena ter­paksa dan masih ada juga yang keberatan,” jelasnya.

Lelaki berambut tipis itu me­nambahkan, beberapa warga yang sudah menyetok akan membeli rumah di GCC banyak yang mengajukan untuk mengambil kembali DP yang sudah dibayarkan. Hal ini dila­kukan menyusul warga sudah banyak yang tahu dengan ke­bobrokan pembangunan di bekas lahan perkebunan ma­syarakat yang berdiri tanpa memiliki perizinan. “Banyak ko yang minta dibalikin uangnya. Ini mah proyek tipuan dan warga juga banyak yang me­nolak. Tidak ada sumbangsih yang diberikan untuk warga. Pegawai juga pada baru lagi ini,” ungkapnya.

Sementara itu, sebelumnya Direktur Green Citayam City Ahmad Hidayat Asegaf berkilah jika perumahan yang tengah dibangun itu sudah memiliki izin, seperti amdal lalin, ruang milik jalan (rumija) serta Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Namun pihaknya sedang men­gubah kavling dari 72 ke 84. “Saya sendiri bingung kenapa pembangunannya sampai di­hentikan pemerintah. Kami semua sudah ada perizinannya, hanya ada perubahan kavling yang membutuhkan waktu. Kami akan sampaikan kepada pemerintah, kenapa harus dihambat,” tuturnya.

(rez/c/els/dit)

Tags

Terkini