berita-utama

Sekdes: Setiap Selasa Ada Pasar Monyet di Sana...

Kamis, 12 Januari 2017 | 09:29 WIB

Terungkapnya ritual seks di Gunung Kapur, Kabupaten Bo­gor, Desa Leuweungkolot, mem­buat Sekretaris Desa (Sekdes) Leuweungkolot Ujang Suharja akhirnya blak-blakan menceri­takan keberadaan Gunung Kapur di kampungnya.

Meski tak mengiyakan adanya ritual seks di gunung tersebut, Ujang yang merupakan war­ga asli Desa Leuweungkolot mengaku pernah mendengar cerita soal siluman kera. Seperti yang diungkapkan Solehudin alias Joko atas ritual yang dilakoninya bersama Sumarninah.

Cerita ini pun sama seperti yang diketahui Ujang. Konon, setiap Selasa ada pasar monyet di gunung tersebut. “Kalau berdasarkan cerita orang-orang, memang ada pasar monyet. Itu adanya setiap Selasa. Di sana ada raja monyet juga,” ungkap Ujang.

Lelaki paruh baya ini mengaku hanya saja tak ada yang bisa memastikan bertemu sang raja monyet di gunung tersebut. “Warga meyakini bahwa monyet-monyet itu ada rajanya. Tetapi tidak bisa dipastikan di mana rajanya,” ujarnya.­

Begitupun dengan adanya persemedian di Gunung Ka­pur. Menurutnya aktivitas itu sudah lama tak terdengar. Sebab, arca-arca di sana sudah tak ada. “Kalau dulu memang ada yang semedi. Tetapi kalau sekarang rasanya tidak lagi,” kata dia.

Menurutnya, Gunung Kapur kerap dimanfaatkan warga untuk aktivitas penambangan. Soal adanya wisata pendakian di Gunung Kapur, Ujang men­gatakan bahwa pengelolaan­nya di luar desanya.

“Setahu kami itu yang kelola ormas di desa sebelah, Ciba­dak. Kami terus terang saja keberatan dengan dibukanya tempat wisata itu. Khawatir terjadi apa-apa di sana, tetapi masuk ke wilayah kami. Itu saja,” terangnya.

Sementara keterangan berbe­da diungkapkan salah seorang pengelola tempat wisata Gu­nung Kapur yang sempat di­wawancara, Cecep (nama sa­maran, red). Ia tak menampik selain wisata pendakian, ada saja orang yang sengaja datang untuk bersemedi. Bahkan, dia sendiri tak keberatan untuk mengantarkan setiap orang yang ingin menuju lokasi per­tapaan. “Begini saja, kalau mau kapan Mbak ke sini? Nanti saya antarkan ke lokasinya,” ungkap Cecep.

Biasanya, orang yang datang ke tempat semedi tersebut memilih waktu sore atau malam hari. Berbagai kalangan pun datang, dari golongan tua hingga muda. Sayangnya, Cecep enggan bicara soal adanya ritual seks di gunung tersebut. “Kalau itu kami tidak tahu. Kan hanya diantar saja, selanjutnya kita tidak tahu mereka ngapain saja,” terangnya.

Menyikapi fenomena terse­but, Bupati Bogor Nurhayanti mengaku segera menindak­lanjuti informasi yang berkem­bang. “Nanti saya akan cek dan rumuskan bagaimana penanganannya dengan mus­pida,” kata Nurhayanti.

Menurutnya, ritual seper­ti yang dipercayai Joko tak dibenarkan. Apalagi den­gan menjadikan sperma hasil hubungan terlarang itu seb­agai jimat. “Ya itu tidak dibo­lehkan dan tidak dibenarkan,” tandasnya.

(rez/b/feb/run)

Tags

Terkini