MARAKNYA pengungkapan kasus Tenaga Kerja Asing (TKA) ilegal membuat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor kalang kabut. Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam) dibuat turun tangan untuk menekan peredarannya. Salah satu imbasnya, ribuan imigran Puncak pun bakal disapu bersih alias diusir dari wilayah Bogor.
PASCA pengungkapan kasus TKA ilegal, Bupati Bogor Nurhayanti langsung membahasnya di Ruang Pendopo. Tak hanya mengumpulkan seluruh camat, orang nomor satu di Bumi Tegar Beriman itu pun membahasnya dengan perwakilan Kemenkopolhukam.
Hasilnya, pemerintah pusat sepakat mempersempit ruang gerak imigran. “Pertama, kita akan lakukan data ulang para pencari suaka dan pengungsi yang ada di kawasan Puncak. Sehingga, kita bisa mengetahui berapa jumlah riil (sebenarnya, red) para imigran Timteng (Timur Tengah, red) itu di sana,” ungkap Asisten Deputi III Bidang Penanganan Kejahatan Lintas Negara Kemenkopolhukam Chairil Anwar.
Dari hasil pendataan tersebut, nantinya akan menentukan untuk mempertimbangkan pemulangan para imigran ke masing-masing negara asalnya. “Kita akan mengetahui apakah mereka (imigran, red) bisa dipulangkan secara sukarela atau dilakukan deportasi. Keputusan itu didasarkan pada hasil inventarisasi data,” terangnya.
Namun berdasarkan hasil kajian sementara, pihaknya membenarkan keberadaan mereka yang semakin kurang terawasi lebih banyak berdampak negatif bagi Kabupaten Bogor. “Sebab, Kabupaten Bogor ini bukan tujuan bagi para pencari suaka, tetapi hanya sebatas transit sambil menunggu proses penempatan negara penerima dari UNHCR (lembaga PBB bidang pengungsian, red),” tegasnya.
Alasan jumlah para imigran pencari suaka dan pengungsi di Puncak semakin banyak, sebab proses untuk menempatkan para imigran dikirim ke negara yang direkomendasikan UNHCR itu, prosesnya cukup panjang. “Membutuhkan waktu yang panjang. Tidak cukup setahun atau dua tahun, bahkan ada yang sampai lima tahun baru bisa ditempatkan ke negara-negara yang ditujunya,” sebutnya.
Sementara itu, Bupati Bogor Nurhayanti merasa senang karena keinginannya disambut positif Kemenkopolhukam. Sebab, selama ini banyak masyarakat di kawasan Puncak yang mengeluhkan keberadaan para imigran.
Belum lagi adanya informasi nikah siri atau kawin kontrak antara pribumi dengan para imigran. Secara konstitusi, hal tersebut tak dapat dilindungi hukum, termasuk status anak yang dilahirkan dari pernikahan siri ini. “Pemkab Bogor ingin mengembalikan kawasan Puncak itu sebagai destinasi wisata, bukan transit imigran,” tegas Nurhayanti.
Meski demikian, pihaknya belum dapat menjelaskan secara detail terkait rencana pemindahan para imigran ini direlokasi. “Termasuk lokasi mana yang akan dijadikan tempat relokasi,” ujarnya.
Berdasarkan laporan Kantor Imigrasi Bogor, setidaknya ada 1.660 imigran dengan jumlah paling banyak menempati Kecamatan Cisarua. Dari jumlah itu, 1.330 di antaranya merupakan Warga Negara Afganistan.
(rez/c/feb/run)