METROPOLITAN - Sidang keenam kasus dugaan penodaan agama atas terdakwa Basuki Tjahaja Purnama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok berlangsung lancar. Namun, ada yang menarik saat dua polisi Bogor dihadirkan sebagai saksi di Gedung Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan.
Hakim Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara Dwiarso Budi Santiarto menegur Brigadir Polisi Satu Ahmad Hamdani, anggota Kepolisian Resor Kota Bogor yang menjadi saksi dalam siding tersebut. “Saudara polisi yang tegas, nggak usah ketawa-ketawa,” kata Dwiarso.
Ahmad Hamdani adalah polisi yang mengetik laporan dari Willyudin Abdul Rasyid Dhani, pelapor Ahok. Dia dihadirkan ke persidangan untuk diminta klarifikasi atas dugaan salah pengetikan. Sebab, Willyudin mengaku menonton video kejadian Ahok yang mengutip Surat Al-Maidah itu pada Kamis, 6 Oktober 2016. Namun dalam berita acara pemeriksaan polisi yang tertulis adalah Kamis, 6 September 2016. Padahal, 6 September menunjukkan hari Selasa. Selain itu, peristiwa Ahok mengutip Surat Al-Maidah juga terjadi pada 27 September 2016.
Willyudin juga menjelaskan bahwa dia meminta polisi untuk mengoreksi tanggal tersebut. Selanjutnya Dwiarso meminta tanggapan kepada Ahmad. “Dia (Willyudin, red) bilang mengoreksi tanggal 6 September menjadi 6 Oktober. Menurut yang saudara alami?” tegas Dwiarso.
Ahmad pun membenarkan adanya permintaan koreksi. Dwiarso menanyakan lagi mengapa tanggal kejadian itu masih salah. Ahmad pun tampak ragu menjawabnya. “Saudara sudah disumpah. Kalau nggak tahu ya ngomong nggak tahu. Nggak harus sesuai. Yang saudara alami masing-masing kami uji di sini. Saudara tadi katakan setelah selesai di-print, disodorkan ke pelapor. Apakah koreksi termasuk tanggal?” kata Dwiarso.
Ahmad menjawab kurang mengetahuinya. Sebelum hakim menyudahi kesaksiannya, Ahmad ditanya lagi soal ada atau tidaknya koreksi tanggal 6 September menjadi 6 Oktober. Ia menjawab, ‘Saya tidak ingat’.
Willyudin sendiri juga tak mengecek kembali waktu kejadian dalam laporan baru yang dicetak lagi. Ia sudah yakin benar setelah melihat laporan di komputer polisi itu sudah dibetulkan. “Saya lihat di monitor sudah betul 6 Oktober. Terakhir itu saya tidak baca karena yakin sudah benar,” kata Willyudin.
Salah satu Jaksa Penuntut Umum (JPU) pun bingung dengan laporan polisi yang dibuat Polresta Bogor. Sebab, ada kejanggalan dalam tanggal kejadian dengan waktu laporan oleh Willyudin Dhani.
JPU itu mempertanyakan bagaimana Briptu Ahmad Hamdani menerima laporan dari Willyudin yang mengetikkan LP kejadian penistaan agama pada 6 September 2016. Padahal, Ahok menyinggung Surat Al-Maidah ayat 51 pada 27 September 2016. “Apakah saudara tahu kejadian yang diduga menistakan agama itu?” tanya JPU kepada Ahmad.
Dalam persidangan, Ahmad mengaku tidak mengetahui kapan mantan bupati Belitung Timur itu melakukan kunjungan dinas ke Kepulauan Seribu. Bahkan, dia mengklaim baru mengetahuinya usai adanya laporan Willyudin. Ingin mengetahui lebih lanjut, Tanya JPU, sebaiknya dilakukan kapan. “Biasanya yang dilaporkan itu kejadian yang sudah terjadi atau belum?” kata dia.
Ahmad menerangkan, biasanya masyarakat melaporkan satu kasus itu saat peristiwanya belum terjadi. Sontak peserta sidang yang hadir tertawa kecil. Mendengar jawaban itu, JPU kembali bertanya. Namun ternyata jawaban Ahmad tidak bergeming dan memastikan laporan tersebut dilakukan sebelum kejadian terjadi. “Yang belum terjadi,” tegas Ahmad.
Namun tidak berselang lama, Ahmad akhirnya mengoreksi pernyataannya. Dia mengatakan, laporan dilakukan setelah adanya kejadian. “Eh, yang sudah terjadi,” ujar Ahmad.
Kemudian, JPU menanyakan kepada Ahmad apakah mengenal mantan bupati Belitung Timur. “Siapa Basuki Tjahaja Purnama?” setelah berdiam sejenak, Ahmad pun menjawab. “Orang Jakarta, alias Ahok,” tutupnya.
(de/mer/feb/run)