METROPOLITAN – Rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor menata Angkutan Kota (Angkot) masih terbentur kendala. Realisasi program zero angkot membuat pemerintah butuh suntikan dana besar.
Walikota Bogor Bima Arya mengakui banyak kendala dalam merealisasikan program rerouting angkot, mulai dari persoalan teknis hingga pendanaan. “Melaksanakan program rerouting ini memang cukup berat karena banyak menemukan kendala. Karena itu perlu banyak pihak untuk mendukung dalam merealisasikan program tersebut,” ujarnya kepada Metropolitan.
Kendala paling sulit yang dialami olehnya adalah untuk membiasakan masyarakat Kota Bogor yang nantinya harus menggunakan bus. Selain itu, adanya penolakan dari sejumlah pihak yang tidak mau program ini dilaksanakan. “Berbeda dengan SSA beberapa waktu lalu, selain pendanaan, kita juga harus mengubah kebiasaan masyarakatnya,” terangnya.
Orang nomor satu di Kota Bogor ini pun mengaku akan gencar melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang rerouting tersebut. “Sepuluh tahun lalu mungkin penumpang yang menunggu angkot. Tetapi sekarang angkot yang nunggu penumpang. Persaingan angkutan umum setiap tahunnya semakin terasa. Kita butuh kendaraan umum muat lebih banyak, terintegrasi dan nyaman. Tidak lagi mengandalkan kendaraan daya tampung sedikit dan individu,” paparnya.
Pengamat Transportasi Yayat Supriatna menjelaskan, jika tidak dilakukan penataan angkot, maka akan semakin merugi. Menyusul semakin bertambahnya kendaraan, terutama transportasi online. “Tidak bisa terus mempertahankan angkot. Ini merupakan tantangan di seluruh dunia yakni informasi, teknologi dan transportasi,” katanya.
Rerouting ini juga membuka kesempatan badan usaha mengatasi konversi angkot ke bus dengan kejelasan skema pembiayaan. “Nanti juga akan dipikirkan peluang kerja bagi sopir cadangan, mulai bekerja di delivery order, pengiriman barang, ditempatkan menjadi staf perawatan, pemeliharan atau menjadi pegawai pendamping di bus. Sebab, bus nantinya memakai alat tapping,” jelasnya.
(mam/b/feb/run)