METROPOLITAN – Masuknya angkot ke kampung-kampung di Kota Bogor hingga kini masih menimbulkan gejolak. Sebab, penerapan ini memicu gesekan antara sopir angkot dengan angkutan lain, termasuk ojek online dan ojek pangkalan.
Bahkan, sejumlah sopir angkot yang terkena imbas penggeseran angkot ke pinggiran kota masih sangsi dengan trayek yang ditetapkan pemerintah.
“Kalau di jalur ramai sih tidak masalah. Kita bisa narik 24 jam. Tetapi kalau jalurnya sepi kita hanya bisa narik pagi,” ujar sopir angkot trayek 16 Salabenda-Pasar Anyar, Ahmad Taufik.
Ini diakuinya berdampak pada penghasilan yang didapat. Belum lagi jika harus bersinggungan dengan ojek online dan pangkalan. Ia pun khawatir dapat menimbulkan konflik baru seperti kejadian menjamurnya angkutan online di Kota Bogor.
“Harus ada pemberitahuan dulu kepada sopir ojeknya. Sehingga mereka pun mengetahui bahwa akan ada angkot melintas jalur tersebut. Jangan sampai nanti ada aksi sepihak, kita yang jadi korban,” paparnya.
Hal senada juga diungkapkan sopir ojek pangkalan yang biasa mangkal di Perumahan Taman Yasmin. Firdaus (29), masuknya angkot ke dalam perumahan atau kampung-kampung sama dengan mematikan lahan pekerjaannya sebagai sopir ojek. Sebab, masyarakat akan lebih memilih angkot ketimbang ojek.
“Kalau di angkot mereka tidak kepanasan atau kehujanan, tetapi kalau di motor mereka pasti merasakannya,” katanya.
Selain berkompetisi dengan ojek online, kini pria yang akrab disapa Daus ini mengaku harus bersaing dengan angkot yang masuk dalam perumahan. “Seharusnya mobil cukup di jalan-jalan protokol saja, untuk masuk gang perumahan atau kampung-kampung oleh ojek. Kalau ini tetap dilakukan maka pemerintah sama saja membunuh usaha ojek konvesional,” jelasnya.
Terpisah Walikota Bogor Bima Arya mengakui jika penerapan angkot masuk kampung bisa berpengaruh pada penghasilan tukang ojek. Maka dari itu ia meminta aparatur wilayah seperti RT, RW, lurah dan camat mendata sopir ojeg konvesional yang ada di wilayahya. “Memang ada persoalan dengan masuknya angkot ini. Makanya nanti saya minta lurah atau RT mendata sopir ojek yang ada di wilayahnya,” tandasnya.
Orang nomor satu di Kota Bogor ini melihat, harus ada kesepakatan-kesapakan antara ojek konvesional dan para sopir angkot yang kini sudah bisa menjangkau kampung dan perumahan. Sehingga di dalam perjalanannya tidak ada gesekan antara kedua sopir tersebut. “Memang harus ada kesepakatan yang dibicarakan antara sopir angkot dan ojek. Sehingga tidak terjadi gesekan,” ungkapnya.
(mam/c/feb/dit)