Sirene mobil polisi terdengar nyaring memecah suasana di Kampung Lemper, Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor. Siang itu,rumah Salamah (62) warga RT 05/05, bak disambar petir. Tak disangka, kedatangan polisi membawa kabar duka bagi keluarga. Wahyudin, putra satu-satunya ibu empat anak itu sudah menjadi mayat di Kali Ciliwung. Lebih mengejutkan lagi, anaknya mati di tangan ponakannya sendiri bersama dua teman kecilnya.
SEPEKAN tak pulang-pulang, putra Salamah kembali ke rumah tinggal nama. Wahyudin telah ditemukan tewas di Kali Ciliwung RT 04/04, Kelurahan Kalimulya, Kecamatan Cilodong, 27 Maret lalu. Jasadnya nyaris bugil, tinggal mengenakan pakaian dalam dan wajah ditutup kaos hitam.
Tubuh Salamah mendadak lunglai begitu mendengar keterangan polisi yang mendatangi rumahnya, Sabtu (1/4). Apalagi mengetahui jasad anaknya yang sudah membengkak dan membiru. Rasa terpukul masih terasa hingga wartawan koran ini mendatangi rumah korban.
Salamah dan keluarga besarnya masih tak menyangka bahwa Wahyudin tewas dibunuh. Ini setelah polisi terus-menerus mengorek informasi dari keluarga dekat dan teman korban. Ditambah hasil visum yang menunjukkan adanya unsur penganiayaan di tubuh korban. Sampai akhirnya, polisi menetapkan tiga orang sebagai tersangka. Yakni RD alias Katek, SLM alias Eman dan IBR alias Baim. “Eman itu masih keluarga. Dia keponakannya Yudi (sapaan Wahyudin, red),” jawab Salamah dengan nada lirih saat ditemui Metropolian di kediamannya.
Hati Salamah begitu terpukul begitu tahu pembunuh anaknya adalah orang terdekat. Apalagi satu di antaranya masih memiliki hubungan keluarga dengannya. Bagi Salamah, ketiga pelaku sudah dianggap anak sendiri. “Suka bikin kopi di sini juga. Siang malam pada di sini kumpulnya. Kadang di kandang ayam milik Yudi,” ucap Salamah.
Dilihat dari silsilah keluarga, Eman, lelaki yang ikut membunuh Wahyudin merupakan anak dari saudara Wahyudin. Usia yang seumuran membuat hubungan antara ponakan dan paman itu sudah seperti teman sendiri. Begitu juga hubungan pelaku dan korban.
Tetapi entah setan apa yang merasuki pikiran pelaku hingga tega menghabisi nyawa omnya sendiri. “Kami juga masih terpukul. Apalagi dia itu masih ponakan dari suami saya,” timpal kakak sulung korban, Sopiah (37).
Bahkan sebelum polisi menyampaikan kabar duka, pelaku sempat datang ke rumahnya dan menanyakan kabar Yudi. Ia pun tak menaruh curiga sedikit pun pada ponakannya yang ternyata ikut membunuh adiknya. “Iya, mereka memang datang ke rumah nanya kabar Yudi. Waktu itu kita nggak tahu kalau ternayta Yudi sudah nggak ada (meninggal, red),” tuturnya.
Polisi belum bisa memastikan motif pembunuhan ini. Sebab, ketiga pelakunya masih buron. Dugaan keterlibatan pelaku mengemuka saat aparat Polresta Depok mendatangi kediaman Wahyudin di Jalan KH Natsir, Kampung Lemper, Citeureup. “Kami lakukan penyelidikan mendalam, mendatangi keluarga dan teman. Penyelidikan ini dilakukan guna mengetahui komunikasi terakhir korban dengan siapa dan mencari kemungkinan dirinya memiliki musuh,” ungkap Wakil Kepala Polres Kota Depok Faizal Ramadhani.
Dari hasil penyelidikan, polisi mengantongi keterangan bahwa korban terakhir berkomunikasi dengan tiga pelaku. “Gelagat ketiganya pun mencurigakan. Soalnya, mereka juga menghilang saat polisi mencarinya,” ujar Faizal.
Untuk memburu pelaku, polisi pun telah membuat sketsa wajah dan menyebarluaskannya. “Kami juga sudah membuat sketsa wajah para pelaku berdasar keterangan saksi dan sudah menyebarkannya. Diharapkan masyarakat yang mengenali dan mengetahui keberadaan ketiga pelaku, memberi informasinya kepada kami,” kata Kasubag Humas Polresta Depok AKP Firdaus, pekan lalu.
Terkuaknya unsur pembunuhan dalam kasus ini berawal setelah pihaknya melihat hasil visum dan autopsi rumah sakit atas jenazah korban. Dari tubuh korban ditemukan adanya resapan darah di kepala akibat hantaman benda tumpul sebagai penyebab luka dan tewasnya korban. “Tim buser masih memburu mereka,” tegas AKP Firdaus.
Sementara itu, Sopiah masih terngiang-ngiang dengan ucapan adiknya yang tewas dibunuh. Sebelum meninggal, Yudi yang baru empat hari bekerja di Depok sempat pulang ke rumah. Saat itu Yudi mengaku bermimpi rumahnya dikerumuni banyak orang. “Ternyata itu firasat sebelum meninggal,” kenang Sopiah. Tak hanya itu, sepupunya bernama Doyok juga sempat menerima pesan terakhir dari korban sebelum peristiwa nahas itu terjadi. Dalam pesan yang dikirim, Wahyudin meminta tolong karena dirinya terancam.
“Di situ dia (korban, red) SMS sepupunya, ‘Doyok tulungan ane lagi dikepung di Sawangan’. Pas dibalas, nomornya sudah tidak aktif,” terangnya. Sopiah meminta ketiga pelaku segera ditangkap dan dihukum seberat-beratnya. “Kami berharap dihukum setimpal dengan perbuatannya,” pintanya.