METROPOLITAN - Kecanggihan teknologi semakin hari semakin berkembang. Banyaknya alat-alat modern terus bermunculan. Kecanggihan ini pun dimanfaatkan Lembaga II A Cibinong. Berbarengan dengan peringatan Hari Bhakti Pemasyarakatan ke-53, hari ini Lapas Cibinong juga mePemasyarakatan (Lapas) Kelas luncurkan lima program baru yang jadi andalan.
Di antaranya program Bebas Peredaran Uang (BPU) berbasis sidik jari atau kantin ‘jempol’, layanan kunjungan berbasis TI, radio LCibi Lapas Cibinong, pengamanan berbasis TI serta saung kahiji. “Kelima program ini bentuk nyata menuju e-Goverment Pemasyarakatan Pasti Nyata dan Lapas Cibinong Bersinar,” ungkap Kepala Lapas Kelas II A Cibinong Anak Agung Gde Krisna.
Menurut lelaki yang akrab disapa Agung itu, yang dimaksud program BPU berbasis sidik jari atau kantin ‘jempol’ adalah kemudahan yang diberikan bagi warga binaan untuk membeli sesuatu di kantin dalam lapas. Mereka nantinya membayar tak perlu lagi menggunakan uang tunai, melainkan cukup membayar dengan sidik jari.
“Jadi nanti tak ada uang tunai lagi di dalam, membayar hanya dengan jempolnya. Kalau keluarga mau kirim uang untuk warga binaan tinggal transfer lewat ATM BNI. Kita akan fasilitasi pembuatan rekening untuk mereka,” ucapnya.
Tak hanya itu, menurut Agung, melalui program kantin jempol pihaknya ingin mengurangi pengunjung yang membawa makanan ke lapas untuk warga binaan. “Kita terus lakukan sosialisasi agar mereka (pengunjung, red) mengerti. Kami yakinkan sekarang harga makanan di kantin murah seperti di warung klontong,” tuturnya.
Sementara untuk program pelayanan kunjungan berbasis TI, lanjut dia, ditunjukkan sebagai tindak lanjut sistem pengamanan. Sebab, dari semua pengunjung yang datang ke Lapas II A Cibinong akan terdata. “Sejak pertama datang ke lapas petugas akan mengarahkan warga untuk didata di unit pelayanan kunjungan dan informasi. Seluruh pengunjung yang datang baik pendamping juga akan didata secara digital dan terdata dalam sistem database pemasayarakatan,” bebernya.
Setelah didata dan difoto, sambung dia, keluarga yang hendak besuk akan diberikan kunci loker agar dapat menitipkan barang-barang yang dibawa di ruang tunggu unit pelayanan. “Di dalam ruangan unit pelayanan tersebut semua sudah menggunakan sistem, sehingga tak ada lagi celah bagi pengunjung yang mencoba memberikan imbalan kepada petugas agar lebih didahulukan. Pemanggilan nomor urut tidak lagi dilakukan manual melainkan seperti di perbankan,” sambungnya.
Lalu untuk program Radio LCibi diperuntukkan sebagai pusat informasi kepada warga binaan, baik terkait sosialisasi program kepada warga binaan hingga memanggil warga binaan jika ada tamu yang datang menjenguk. “Jadi kalau dulu menyosialisasikan program dengan cara mengumpulkan mereka, sekarang sudah tidak usah. Tinggal ngomong melalui radio ini mereka semua bisa mendengarkan,” bebernya.
Akan tetapi, tutur Agung, melalui radio ini warga binaan juga dapat mendengarkan alunan musik yang disediakan petugas dari pukul 09:00 hingga 17:00 WIB. “Mereka itu bisa request lagu juga melalui petugas jaga di masing-masing bloknya. Kami tidak hanya menindak agar mereka tak memiliki alat komunikasi di dalam, tapi kami berikan solusi melalui radio ini,” tuturnya.
Untuk program pengamanan berbasis TI, jelas Agung, dilakukan dengan menyiapkan sejumlah alat pemeriksaan, termasuk scan x ray 3D yang diharapkan semakin meningkatkan pengamanan dan keamanan terhadap potensi barang yang masuk ke lapas. Setiap pengunjung wajib melintasi metal detector serta pemeriksaan manual yang dilakukan petugas di penjagaan pintu utama. “Baru nanti akan melintasi flip gate jika pendamping mencoba menerobos masuk. Di flip gate ini tidak bisa lolos jika tidak memiliki sidik jari yang sudah didaftarkan di unit pelayanan,” ungkapnya.
Tak sampai di situ, menurut dia, pengamanan berikutnya berada di pintu steril. Pada pintu inilah setiap warga binaan yang keluar untuk mengikuti sidang atau ada keluarga yang besuk harus mendapat izin dari pintu jaga terlebih dulu. Petugas juga harus menitipkan handphone jika ingin masuk ke wilayah steril.
“Jadi, kita juga terapkan ke petugas sendiri. Semua ini kita bangun atas arahan menkumham, tertib, bersih dan melayani, kita lapis terus walaupun petugas terkadang kocar-kacir saat memeriksa,” imbuhnya.
Sedangkan untuk program Saung Kahiji, sambung dia, ini merupakan pusat informasi yang diberikan warga binaan. Mulai dari Sistem Database Pemasyarakatan (SDP) terkait kapan masa hukuman mereka akan berakhir. Lalu, warga binaan mengetahui berapa saldo yang dimiliki di rekeningnya masing-masing. “Jadi mereka tidak perlu nanya kapan bebas lagi. Tinggal melakukan sidik jari nanti datanya akan muncul,” tutupnya.
(rez/c/feb/dit/py)