METROPOLITAN – Polres Bogor berhasil menguak peredaran daging celeng alias babi hutan di Citeureup, Kabupaten Bogor. Kapolres Bogor AKBP AM Dicky mengatakan, daging celeng yang dioplos daging ayam menjadi olahan bakso diketahui berasal dari Sumatera. “Dari hasil keterangan dua pemasok yang kita amankan, daging-daging itu didapat dari wilayah Sumatera,” kata Kapolres Bogor AKBP AM Dicky.
Dari keterangan pelaku, mereka mengambil daging-dagig itu di jalan tol. “Masih kita dalami untuk persoalan ini. Kita juga akan kembangkan lagi, termasuk di pasar tradisional lain,” ucap Dicky.
Menurutnya, tidak menutup kemungkinan peredaran daging itu juga menyebar di tempat lain. Untuk itu pihaknya juga menekankan pada masyarakat agar selektif membeli daging di pasaran. “Kalau ada kecurigaan, saya kira bisa dilaporkan ke PD pasar yang ada di setiap pasar. Bisa juga dilaporkan ke kami (kepolisian, red). Kita juga akan rajin bersama aparat terkait melakukan operasi,” tuturnya.
Ditanya mengenai omzet yang didapat para pelaku, jelas dia, biasanya yang mereka order setiap harinya sekitar 50 kg hasil campur daging babi dan ayam. Sehingga jika 1 kg dijual dengan harga Rp50 ribu, maka hasil daging celeng yang mereka peroleh per harinya berkisar Rp2,5 juta.
“Sekitar Rp2,5 jutaan. Dalam seminggu biasanya mereka memproduksi sekitar 300 kg. Hasil penyelidikan, hampir rata-rata ada 12 pedagang bakso yang bertransaksi dengan mereka per harinya,” imbuhnya.
Selain berhasil mengamankan enam pelaku dari kios daging di Pasar Citeureup, jelas Dicky, pihaknya juga berhasil mengamankan lima orang yang berperan sebagai pemasok daging celeng dan penjual bakso. Yakni AG (36) dan DM (40) sebagai pemasok, kemudian SA (27), KN (37) dan BH (48) sebagai penjual bakso. “Dua pemasok berhasil kita amankan beserta barang bukti delapan karung daging babi 300 kg dan satu unit mobil sebagai pengangkutnya. Pedagang bakso tidak kita tahan karena dari hasil keterangannya mereka tidak mengetahui jika yang dijual adalah daging celeng,” jelas dia.
Guna mempertanggungjawabkan perbuatannya, sambung dia, ke delapan pelaku akan dikenakan sanksi sesuai Pasal 62 Ayat (1) jo Pasal 8 Ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen jo Keputusan Menteri Agama RI No 518 Tahun 2001 tentang Pedoman Tata Cara Pemeriksaan dan Penetapan Pangan Halal Menteri Agama RI. “Ancaman hukuman bisa mencapa lima tahun penjara,” ujarnya.
Sementara itu, pemilik kios daging celeng, Pranoto alias Noto (43), mengakui jika daging celeng yang diperjualbelikannya berasal dari Sumatera. Untuk pemesanan, biasanya dilakukan dengan seorang perantara. “Saya beli janjian dengan perantaranya di jalan tol dan daging celeng ini katanya dipasok dari Sumatera,” singkat dia.
(rez/c/feb/run)