METROPOLITAN – Di balik penjualan tanah Bukit Badigul kepada pengembang, menyisakan cerita mistis. Tubagus Cecep Adi Reza, pemilik lahan Rancamaya terdahulu, mendadak sakit hingga meninggal dunia setelah menjual lahan kepada PT Suryamas Duta Makmur. “Namanya menjual tanah milik leluhur ya banyak kualatnya. Dalam artian keluarga Pak Cecep sampai sopir dan lurah yang terlibat dalam penjualan tanah itu tiba-tiba mengalami sakit-sakitan dan akhirnya meninggal,” kata warga Rancamaya, Lutfi Suyudi.
Menurutnya, hingga kini keluarga Cecep masih dikenal warga sebagai juragan tanah paling kaya se Jawa Barat. Tak hanya memiliki perkebunan karet, ia juga memiliki perkebunan cengkih di wilayah Sukabumi dan Jasinga. Namun setelah menjual tanah leluhur, kehidupan Cecep berubah 180 derajat atau jatuh miskin. “Langsung ambles kehidupannya. Sampai sekarang juga anak cucu Pak Cecep kasihan banget, ada yang ngontrak gitu. Dulu siapa yang tidak kenal dengan Pak Cecep. Rumahnya dulu persis di depan Polsek Ciawi sekarang. Sekarang keluarganya sudah tidak ada di Bogor lagi,” ucap dia.
Lutfi menjelaskan, sebelum menjadi perumahan elite, rencananya kawasan itu akan dibangun kantor Pemerintahan Daerah (Pemda) Kabupaten Bogor. Mungkin karena melihat angkanya kalau dibayar pemerintah pasti kecil, maka pemilik lahan lebih memilih menjual kepada pihak pengembang. “Tadinya mau dibikin kantor pemda tapi gagal. Rancamaya masuk dan mengambil alih lahan itu sejak 1992,” jelasnya.
Ia menuturkan, sebenarnya ada saja kendala yang dialami pihak pengembang saat hendak membangun perumahan di Bukit Badigul. Entah itu alat berat yang mengalami kerusakan mendadak hingga pekerja yang mengalami sakit mendadak. Itu jugalah yang menyebabkan hingga kini Bukit Badigul lahannya masih kosong atau tidak ada bangunan sama sekali. “Iya, di Bukit Badigul itu sampai sekarang lahannya kosong. Ada saja kendalanya. Mungkin mistis juga, karena tanah itu tidak boleh dibangun macam-macam,” tutur Lutfi.
Jika berbicara aura mistis di Bukit Badigul, tambah dia, sebenarnya tempat itu untuk semedi atau petilasan. Dalam artian tempat yang benar-benar bersejarah. Sehingga jika memang yang datang ke tempat itu memiliki hati bersih, tentu tidak akan terjadi apa-apa dan sebaliknya. “Kalau orang yang niat kotor atau jahat, pasti ada saja gangguannya. Seperti kesurupan, sakit dan lain sebagainya. Makanya kembali lagi ke hati nurani masing-masing,” tutupnya.
(rez/c/feb/run