TIGA belas hari jelang Lebaran, ratusan buruh melakukan aksi demo. Kalangan pekerja yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) meminta perusahaan memenuhi tuntutan mereka. Salah satunya soal Tunjangan Hari Raya (THR) sebesar Rp8 juta.
SIANG kemarin, Jalan Raya Jakarta Bogor KM 51,3, Kelurahan Cimandala, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor dibanjiri buruh. Persoalan minimnya standar Upah Minimum Sektoral Kerja (UMSK) 2017 masih jadi isu yang diangkat. Terlebih mendekati hari raya Idul Fitri yang tinggal menghitung hari.
“Kami meminta standar kenaikan disesuaikan dengan minimal UMSK 2017 dan THR diberikan dengan standar gaji 2017 yaitu 8,95 juta,” ungkap Sekjen Pimpinan Unit Kerja Astra Otoparts Divisi Adiwira Plastik Bogor, Andi.
Sementara, saat ini perusahaan masih menggunakan gaji yang sama pada tahun 2016. “Kami meminta perusahaan mendengarkan kedua tuntutan kami,” pintanya.
Jika tuntutan itu tidak dipenuhi sampai waktunya, para buruh mengancam akan melakukan aksi yang sama dengan jumlah yang lebih besar.
“Kami akan lakukan hingga minggu depan. Untuk aksi kali ini aktivitas produksi masih tetap berjalan di shift keduanya,” imbuhnya.
Dirinya menambahkan, dalam waktu dekat, perwakilannya akan segera menemui pihak manajemen perusahaan PT Astra untuk melakukan audiensi dan mediasi. Jika dari pertemuan tersebut tidak menghasilkan solusi dan kesepakatan, maka aksi akan dilanjutkan. “Kalau belum didengar juga kami akan layangkan aksi demo dari 3 Juli hingga satu bulan ke depan atau 4 Agustus. Namun jika telah menghasilkan kesepakatan maka aksi akan ditunda,” terangnya.
Sementara itu, Ketua Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Kabupaten Bogor Wila Ardian membenarkan soal adanya tuntutan tersebut. Namun ia memastikan jika aksi buruh tidak akan mengganggu aktivitas produksi.
“Tidak akan mengganggu produksi. Sebab, aksi unjuk rasa yang dilakukan ini disesuaikan dengan shift para buruh,” tegas Wila.
Menurutnya, pihak perusahaan seharusnya bisa memenuhi permintaan pegawai. Karena sejak awal tahun tuntutan ini sudah digaungkan.
“Seharusnya untuk karyawan tetap yang sudah lama bekerja di Bogor itu gajinya disesuaikan dengan sektornya. Jadi gaji mereka yang rata-rata sebesar Rp5 juta per bulan bisa dinaikan mencapai Rp5,4 juta per bulan,” sebutnya.
Namun, jika hal itu tidak dipenuhi, tak menutup kemungkinan akan terjadinya aksi mogok kerja. “Kan ada dua opsi yang bisa kita lakukan. Antara mendatangi pemerintah atau melakukan aksi mogok kerja. Kalau gagal runding tentu kita akan melakukan salah satu dari kedua opsi itu,” ucapnya.
Menanggapi hal itu, anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Bogor Egi Gunadhi Wibhawa merasa sebenarnya untuk persoalan ini pihaknya harus mengetahui terlebih dahulu penyebab penyesuaian kenaikan gaji ini terlambat. Seperti apakah karena perusahaan yang tidak mampu atau ada persoalan lainnya. “Kita harus cari tahu dulu penyebabnya,” kata Egi.
Meski demikian, dirinya meminta pengawasan pemerintah daerah harus bergerak cepat. Karena kalau aturannya harus dipenuhi tentu perusahaan harus memenuhinya. “Intinya perusahaan harus memberikan keterangan atau kepastian kepada pegawainya apakah gaji mereka ini bisa naik. Tapi saya rasa perusahaan mereka terbilang mampu,” tutupnya.