METROPOLITAN - Hari pertama diberlakukannya Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) 108, Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bogor belum melakukan tindakan pada taksi online yang dikategorikan sebagai Angkutan Sewa Khusus (ASK) yang belum mematuhi aturan tersebut.
Kepala Bidang Angkutan Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bogor Jimmy Hutapea menjelaskan, saat ini pihaknya masih menunggu ketentuan dari Kementerian Perhubungan soal pengaturan ASK ini.
“Apalagi untuk Kota Bogor, aturan ASK ada pada Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ). Belum ada razia dan arahnya juga imbauan, operasi simpatik, untuk lebih kepada sosialisai agar mereka beroperasi sesuai Permenhub 108 itu karena kami menunggu info dan data dari BPTJ yang berwenang mengelola ASK di Jabodetabek,” katanya saat ditemui di Balai Kota Bogor, kemarin.
Jimy mengaku pihaknya masih melakukan sosialisasi, di antaranya mengecek badan hukum ASK yang masih beroperasi. Menurutnya, masih banyak yang belum tergabung dalam badan hukum alias perseorangan. “Kami juga tanya pelaksanaan kirnya, yang belum kir sesuai domisili usahanya. Nah, sejauh ini belum ada pengusaha jasa ASK yang berdomisili di Kota Bogor. Semua masih usaha yang di Jakarta,” ucapnya.
Sementara Kepala Seksi (Kasi) Pengujian Kendaraan Bermotor pada Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bogor Rudi Partawijaya menerangkan, pada hari pertama ini tidak ada satu pun pengemudi angkutan daring yang melakukan permohonan uji kir, yang merupakan salah satu syarat dalam peraturan tersebut. Dari sekian banyak perusahaan ASK, baru Grab yang diakuinya sudah datang ke Dishub Kota Bogor dan mengajukan 900 unit ASK serta berkonsultasi perihal syarat-syarat yang harus ditempuh.
“Kebanyakan yang datang hanya menanyakan persyaratan untuk uji kir angkutan daring. Yang lain sih belum ya, baru Grab saja. Namun kami juga masih bersifat menampung, karena kami menunggu regulasi dari BPTJ sebagai pengelola ASK di Jabodetabek,” imbuhnya.
Terpisah, Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto mengatakan, ada dua fakor yang menjadi kunci pengaturan transportasi berbasis daring di Kota Bogor, yakni soal kouta dan aturan mainnya. Dirinya menginstruksikan Dishub untuk mengkaji berapa jumlah ASK yang dibutuhkan di Kota Hujan.
“Kedua, harus ada aturan. Saat ini kan tidak jelas lintas batasnya. Misalnya pergerakan dari Kabupaten Bogor ke Kota Bogor atau ke Jakarta, Tangerang dan sebaliknya. Harus sambil dikaji, itu dua poin krusial,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan agar aturan main soal ASK dari BPTJ tidak merusak tatanan rencana transportasi publik di Kota Bogor. “Kalau dibuka semua, kacau. Kami juga kan punya rencana, seperti konversi angkot ke bus sedang dan rerouting. Tetapi kemudian kalau akhirnya tidak bisa bersaing dengan transportasi berbasis daring, ya rusak juga kita. Makanya harus dibatasi kuota dan jangkauan,” tutupnya.
(ryn/b/feb/run)