berita-utama

Tari Soya-soya Maluku sampai Gendang Beleq NTB Bisa Ditonton

Sabtu, 3 Maret 2018 | 10:20 WIB

-

Hujan deras yang mengguyur Kota Hujan sejak siang hari, tidak menyurutkan antusiasme warga menonton festival Bogor Street Festival Cap Go Meh (CGM) 2018, kemarin. Acara tahunan yang berlangsung di Jalan Suryakencana hingga Jalan Siliwangi ini tetap dipadati pengunjung, yang berasal dari wilayah Bogor maupun dari luar kota.

Dari pantauan Metropolitan, pengunjung mulai berdatangan sejak pukul 12:00 WIB, atau tiga jam sebelum acara dimulai. Anak-anak, orang dewasa, hingga paruh baya, tampak antusias dengan festival yang awal mulanya, kegiatan untuk menyambut hari kelima belas puncak acara perayaan tahun baru Imlek ini.

Warga penasaran dengan pawai yang menghadirkan kesenian dan kebudayaan dari berbagai daerah di Indonesia. Sesuai dengan tema yang diangkat, yakni ‘Ajang Budaya Pemersatu Bangsa’, dimana keragaman memang menjadi gambaran utama dari festival ini.

Acara dimulai sekitar pukul 15:00 WIB, dengan penampilan marawis dan drumband Pusdizki Canka Ksatria Bhakti. Festival semakin meriah dengan dilanjutkan penampilan Ngarak Posong dari Cianjur, Tarian Soya-soya dari Maluku, Ondel-ondel dari DKI Jakarta hingga Gendang Beleq dari Nusa Tenggara Barat (NTB).

Ketua Pelaksana Bogor Street Festival CGM 2018 Arifin Himawan menuturkan, festival ini dinilai sebagai etalase nusantara dari Kota Bogor, untuk warga se-Indonesia. "Kirab budaya ini, tidak memandang etnis atau agama tertentu, tidak hanya warga Tionghoa, semua ikut serta," katanya kepada awak media, kemarin.

Ahim, sapaan karibnya menambahkan, hampir setiap tahun, setidaknya ada ribuan pengunjung memadati lokasi acara. Menurutnya, perubahan konsep acara yang mulai terbuka sejak awal mula era reformasi ini, menjadi salah satu ikon baru Kota Bogor, di bidang pariwisata. "Semangat persatuan dan kesatuan bangsa, melalui pagelaran ini, bisa tumbuh terus dalam diri masyarakat," katanya.

Festival CGM tahun ini, kata Ahim, menyuguhkan juga garapan artistik seni hasil kreasi bambu, serta atraksi menarik tradisi budaya masayarakat Sunda, yang kini jarang terlihat di masyarakat. “Misalnya, ikon Bogor yang dikemas dalam bentuk kostum, atau ornamen, seperti talas, kujang sampai rusa,” paparnya

Sebagai bentuk kemajemukan pesta rakyat, lanjut Ahim, gelaran pesta budaya CGM 2018 dibuka dengan doa dari enam pemuka agama, yang menurutnya, sudah menjadi ciri khas yang rutin diadakan tiap pelaksanaan CGM. “Semangat pluralisme, yang ditanamkan bersama masyarakat Bogor, jadi salah satu ciri dan identitas CGM, dalam menjaga kesatuan bangsa,” tandasnya.

Di tempat yang sama, Pelaksana Tugas (Plt) Wali Kota Bogor Usmar Hariman mengatakan, keragaman seni budaya yang ditampilkan di tahun ini, bisa menjadi menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan domestik, maupun mancanegara. "(Festival ini) Sudah menjadi ciri khas dari pariwisata Kota Hujan," ujarnya.

Sementara Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan yang hadir pada perayaan itu berpendapat, acara Bogor Street Festival CGM 2018 jadi gambaran dari bangsa Indonesia yang toleran, ramah dan saling menghormati di tengah keberagaman yang ada. "Walaupun berbeda, kita bisa saling satu," ucapnya saat memberikan sambutan.

Menurut pria kelahiran Lampung, 55 tahun yang lalu itu, pelaksanaan festival ini sekaligus juga menampik isu perpecahan, yang dilancarkan oknum-oknum, untuk memecah belah bangsa. “Opini Indonesia, merupakan bangsa yang mudah dipecah dengan isu keragaman, dapat diredam dengan pertunjukan pawai budaya semacam ini,” tuturnya.

Zulkifli pun berharap, agar festival yang sudah rutin diadakan ini, terus bisa digelar, sebagai pemberi pesan dan pelopor melawan oknum pemecah belah bangsa Indonesia.

Membangun Bogor, sebagai kota model yang bisa membuktikan bahwa keragaman bukanlah masalah besar. Buktikan yang paling hebat dan berkuasa. Bukan mereka yang paling kaya, tapi yang paling tinggi komitmennya untuk menjaga NKRI," pungkasnya.

(ryn/b/feb)

Tags

Terkini