berita-utama

10 Nama Baru di Korupsi KTP-el versi Setnov

Jumat, 23 Maret 2018 | 09:09 WIB

-

Kesaksian Setya Novanto di kasus korupsi KTP-el jadi buah bibir. Sebab,  'nyanyiannya' terkait korupsi megaproyek ini turut menyeret sepuluh nama sebagai penerima aliran duit KTP-el. Awalnya, Novanto mengaku tahu tentang aliran duit KTP-el dari Andi Agustinus alias Andi Narogong dan Made Oka Masagung. Menurut Novanto, Andi memerintahkan keponakannya, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, membagikan uang itu kepada para anggota DPR saat itu. "Pertama adalah untuk Komisi II Pak Chairuman (Harahap) sejumlah 500 ribu dolar dan untuk Ganjar (Pranowo) sudah dipotong oleh Chairuman dan untuk kepentingan pimpinan banggar sudah sampaikan juga ke Melchias Mekeng 500 ribu dolar, Tamsil Linrung 500 ribu dolar, Olly Dondokambey 500 ribu dolar di antaranya melalaui Irvanto," ujar Novanto dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (22/3/2018).

Kemudian, 'nyanyian' Novanto berlanjut. Dia menyebut dua nama baru yang sebelumnya tak pernah muncul dalam kasus ini yaitu Puan Maharani dan Pramono Anung. Novanto menyebut cerita tentang dua orang itu didapatnya dari orang dekatnya, Made Oka Masagung. "Oka menyampaikan dia menyerahkan uang ke dewan, saya tanya 'wah untuk siapa'. Disebutlah tidak mengurangi rasa hormat, saya minta maaf, waktu itu ada Andi untuk Puan Maharani 500 ribu dan Pramono 500 ribu dolar," ujar Novanto.

Selanjutnya, Novanto mengaku tahu aliran uang lainnya dari informasi Irvanto. Nama-nama penerima uang itu disebut Novanto dicatat langsung Irvanto. "Di tulisan ini disebut Irvanto masing-masing 500 ribu dolar ada Mirwan, Jafar Hafsah, Mekeng, Tamsil, Olly, Ganjar dan Arif Wibowo total 3,5 juta dolar," sebut hakim yang diamini Novanto. Dari seluruh keterangan Novanto itu, total ada sepuluh nama yang disebut yaitu Puan Maharani, Pramono Anung, Ganjar Pranowo, Olly Dondokambe, Arif Wibowo, Tamsil Linrung, Mirwan Amir, Jafar Hafsah, Melchias Markus Mekeng dan Chairuman Harahap. Namun di balik tudingan-tudingan itu, Novanto membantah telah menerima uang terkait proyek KTP-el. "Jadi Anda nggak terima KTP-el?" tanya hakim. "Benar (tidak terima, red) yang mulia," jawab Novanto. Hakim merasa keterangan Novanto itu masih setengah hati dalam membongkar kasus korupsi proyek KTP-el itu. Hakim heran karena Novanto selalu membantah terlibat, namun selalu menuding pihak lain. Novanto sebelumnya memang menyebut aliran duit KTP-el ke sejumlah orang. "Ini kan permohonan saudara jadi di sini permohonan sebagai saksi pelaku atau pelaku bekerja sama. Pelaku ikut melakukan tapi ini keterangan Anda masih setengah hati," kata ketua majelis hakim Yanto. "Artinya tatkala ini mengarah lain betul-betul tapi keterangan Anda sama dengan keterangan Andi mengarah saudara bilang tidak tahu, kita kaitkan permohonan saudara ini bagaimana hakim ini. Anda bikin ini sadar kan?" kata hakim. "Betul pak," jawab Novanto.

Kabag Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha mengaku akan meneliti ucapan Novanto. "Seperti yang sudah-sudah, KPK secara teliti mencermati apa yang terjadi di persidangan," katanya.

Peristiwa yang menjadi perhatian KPK itu dapat berupa pernyataan terdakwa atau saksi. Setelah itu baru KPK melakukan klarifikasi lebih lanjut. "Termasuk apa-apa saja yang disampaikan, baik oleh terdakwa maupun saksi-saksi. Untuk kemudian akan dianalisis lebih lanjut," ujarnya.

Munculnya nama Puan Maharani dan Pramono Anung yang disebut turut menikmati aliran duit KTP-el membuat PDI Perjuangan bereaksi. PDIP dengan tegas menyatakan dua kadernya itu tidak ikut menikmati uang proyek yang merugikan negara hingga Rp2,3 triliun itu.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, partainya selama kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berada di luar kabinet. Bahkan dalam beberapa keputusan strategis di DPR yang dilakukan melalui pemungutan suara terbanyak (voting), partainya selalu dikalahkan.

"Misal penolakan impor beras, penolakan UU Penanaman Modal dan UU Free Trade Zone. Dengan demikian, tidak ada posisi politik yang terlalu kuat terkait kebijakan KTP-el sekali pun," ujar Hasto.

(de/feb/run)

Tags

Terkini