Sejak berusia 30 tahun, Mukri sudah membiasakan diri keluarganya untuk memperbanyak ibadah malam. Tujuannya untuk meningkatkan iman dan takwa kepada Allah SWT. “Kami selalu berpacu untuk khatam Alquran. Itu saya lakukan sejak 30 tahun lalu saat masih punya anak satu. Sekarang sudah punya anak empat,” kata Mukri.
Tak hanya itu, di tengah kesibukannya mengajar di beberapa perguruan tinggi, ia masih menyempatkan menyiapkan tausiyah jelang sahur. “Semalamnya membuat jadwal, paginya istirahat, kemudian membuat makalah dan sebagainya,” ucapnya.
Sementara itu, suasana hangat sudah terasa saat keluarga Mukri menyantap sahur bersama. Di kediamannya yang berlokasi di Kampung Waru, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, mereka berkumpul bersama secara sederhana di ruang makan.
Beberapa santapan sudah disediakan istrinya, Siti Manis Falahiah. Mulai dari rendang, sambal kentang, cah kangkung, sawi cumi, lalap terong, tempe goreng, lele goreng, ayam goreng hingga pecak timun.
Mukri mengaku tidak ada makanan yang dikhususkan baginya di Bulan Suci Ramadan. Sebab, ia bersama anggota keluarga lainnya menikmati apa saja hidangan yang sudah disediakan istri tercintanya. “Kami saling menyayangi dan menghormati. Apa pun yang dihidangkan tak menjadi masalah, semua anak-anak saya juga tidak ada persyaratan khusus,” ungkapnya.
(yos/c/rez/run)