berita-utama

Kepompong Ramadan

Sabtu, 26 Mei 2018 | 08:53 WIB

Engkau kini tlah meninggalkan kami

Hari Idul Fithri telah kami lalui

Kami berharap dapat jiwa yang fitri,

Kami dapat meraih ridha Ilahi

Insya Allah kita akan bersua kembali, tahun depan nanti.

Bulan Ramadan 1439 H sebentar lagi berlalu. Kita telah mencoba memuliakan tamu yang agung ini dengan berbagai macam amal kebaikan. Puasa, shalat tarawih, sahur, ta'jil, tilawah al-Qur'an, i'tikaf, shadaqah dan sebagainya telah kita lakukan. Kita telah berupaya menggapai segala mutiara berkahnya, berupa rahmat, maghfirah, 'itq min alnar (pembebasan dari neraka) dan lainnya. Hasilnya ? Wallahu a'lam. amal kita diterima atau tidak. Hanya kita berharap semua amaliyah Ramadan yang telah kita lakukan itu diterima oleh Allah. Idul Fithri yang baru saja kita rayakan benar-benar saat kita kembali kepada fithrah.' Kita bersih dari dosa karena mendapat ampuna Allah. Jiwa kita dalam keadaan siap dan condong kepada ajaran Allah.

Sekarang kita berada di akhir bulan Ramadan dan mengahdapi bulan Syawal. Secara harfiyah, syawwal artinya meningkat. Karena kita telah dilatih oleh sejumlah amaliyah Ramadan, maka amal kita selanjutnya pasca Ramadan diharapkan dapat lebih meningkat. Ada beberapa nilai atau hikmah Ramadan yang perlu kita abadikan Ramadan pada hari-hari pasca Ramadan ini.

Pertama, kemesraan hubungan kita dengan Allah. Ini kita dapatkan melalui sejumlah amaliyah ritual seperti shaum, shalat, tilawah Alquran, i'tikaf, dzikir, do'a dan sebagainya. Kemesraan ini membawa keni'matan spiri­tual yang tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Amaliyah ritual ini harus kita lestarikan pada hari-hari pasca Ramadan. Insya Allah, dengan melestarikan amaliyah ini jiwa kita akan tegar, damai, tidak mudah putus asa dan terhindar dari penyakit psikis lainnya. "Ingatlah ! Dengan dzikir pada Allah, hati akan terasa damai", demikian firman Allah dalam Alquran.

Kedua, kemesraan hubungan dengan keluarga dan sesama. Selama bulan Ramadan, kita terutama yang sibuk banyak mendapatkan sesuatu yang membawa kemesraan hubungan sesama keluarga dan tetangga.

Di lingkungan keluarga, misalnya buka bersama, sahur bersama, shalat tarawih bersama dan sebagainya. Demikian juga sesama tetangga, setidak-tidaknya shalat tarawih bersama. yang perlu kita lestarikan adalah nilai kebersamaannya. Komunikasi baik antara sesama keluarga maupun dengan tetangga perlu kita tingkatkan dan lestarikan. Hal ini dapat menumbuhkan saling pengertian, saling menyayangi dan saling menghormati.

Ketiga, semangat kasih sayang dan peduli pada sesama. Puasa memiliki dimensi sosial yang sangat tinggi. Selama puasa kita merasakan perihnya lapar dan dahaga. Rasa perih ini mungkin sering dirasakan oleh masyarakat kaum dhu'afa di luar bulan Ramadan, karena kekurangmampuan mereka menyediakan kebutuhannya. Oleh karena itu, kita perlu meningkatkan kasih sayang dan peduli pada nasib sesama. Nabi saw. mengingatkan kaum hartawan ; "Kamu ditolong dan diberi rizki dengan bantuan kaum dlu'afa di antara kalian". Seorang hartawan betapapun memiliki gedung yang mewah, sawah/ladang yang luas, perusahaan yangBesar dan lainnya, dia tidak akan mampu menikmatinya tanpa bantuan para buruh bangunan, buruh tani, dan buruh perusahaan. Dengan kata lain, manusia itu sering disebut "zoon politicon" yakni makluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Oleh karena itu, sikap saling kasih sayang dan peduli pada sesama harus ditingkatkan.

Keempat, semangat menuntut ilmu. Sebagaimana kita ketahui, surat/ayat pertama Alquran turun pada bulan Ramadan, yakni surat al-'Alaq ayat 1-5. Ayat pertama berbunyi

iqra bismirabbika alladzi khalaqa”, ayat ini perintah membaca dengan/atas nama Rabb-mu yang menciptakan makhluk. Paling tidak, ada dua hal yang dapat kita petik dari ayat pertama tersebut. 1) Perintah membaca berarti perintah mencari ilmu. Kedudukan ilmu sangat mulia dalam ajaran Islam. Akan tetapi, realitas umat Islam dewasa ini sangat lemah dalam ilmu ini. Akhirnya, umat Islam banyak ketinggalan dari umat lain. 2) Mencari ilmu itu harus dengan/atas nama Al­lah. Maksudnya, ilmu itu bukan untuk ilmu seperti yang terjadi di dunia Barat sekarang. Mereka maju dalam Iptek, tetapi tidak atas nama Tuhan. Akhirnya, ilmu itu banyak membawa bencana kemanusiaan di berbagai belahan dunia.

Sebagai umat Islam yang oleh Alquran disebut "khaira ummat", semestinya kita unggul dalam berbagai bidang, termasuk dalam Iptek. Oleh karena itu, semangat dari Ramadan ini yakni semangat menuntut ilmu perlu kita tingkatkan. Apalagi beberapa tahun lagi kita akan menghadapi era Pasar Bebas. Persaingan antar negara akan semakin ketat. Bila kita terus keadaan begini, negri kita akan benar-benar terjajah lagi oleh bangsa lain. Sudah saatnya kita super giat dalam mengejar ketinggalan bidang Iptek ini.

Dengan berakhirnya bulan Ramadan 1439 H ini, mudah-mudahan kita kembali ke fithrah. Kita dapat melestarikan nilai-nilai bulan Ramadan yang penulis kemukakan di atas. Mudah-mudahan juga kita dapat berjumpa lagi dengan bulan Ramadan 1440 H nanti, amin. Selamat Jalan Duhai Ramadan ! .

Halaman:

Tags

Terkini