METROPOLITAN - Puluhan pedemo yang didominasi emak-emak menggeruduk kantor BPJS Kabupaten Bogor, kemarin. Mereka yang tergabung dalam Barisan Masyarakat Indonesia (BMI) itu menilai masih ada penolakan dalam mendapatkan fasilitas kesehatan (faskes) terhadap pemegang Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Koordinator Aksi Sahrul Malik menceritakan, terbaru, penolakan dilaporkan terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor. Pihak rumah sakit beralasan tidak ada kamar kosong dan alasan lainnya. Namun, Sahrul menilai penolakan tersebut lebih disebabkan tunggakan BPJS kepada faskes terkait. “Kalau berbicara rujukan, tetap rumah sakit merujuk ke rumah sakit mana yang akan menerima,” kata Sahrul. Selain itu, pelayanan BJPS juga dipersulit regulasi metode rujukan. BPJS mengeluarkan kebijakan rujukan baru dari faskes tingkat I harus berjenjang ke rumah sakit kelompok D, C, B dan A. Masalahnya, 27 rumah sakit se-Kabupaten Bogor belum memiliki kelas yang merata. “Kondisi ini yang menyebabkan antrean masyarakat karena terkesan dipaksakan masuk rumah sakit kelompok D saja,” tuturnya. Di wilayah Barat Kabupaten Bogor, Sahrul mencontohkan, penumpukan pengguna BPJS Kesehatan biasanya hanya terjadi di Rumah Sakit Karya Bakti Pratiwi (KBP), Medikad dan sejumlah RSUD di Kabupaten Bogor, sebelum melanjutkan ke faskes tingkat selanjutnya. Dengan semakin banyaknya antrean, maka masyarakat semakin lambat mendapat pelayanan kesehatan. “Karena itu, pemerintah daerah harus menambahkan fasilitas kesehatan hingga ke seluruh wilayah,” pinta Sahrul. Di samping itu, massa aksi juga memprotes pengurangan jenis obat di formulasi nasional yang dijamin BPJS Kesehatan. Menurut Sahrul, beberapa obat-obatan itu justru sangat dibutuhkan masyarakat. “Akhirnya masyarakat dipaksa membeli sendiri di apotek dengan harga yang cukup tinggi,” ungkapnya. Tak puas hanya berorasi di depan kantor BPJS Kesehatan Kabupaten Bogor, massa aksi melanjutkan orasinya di gerbang Kompleks Pemda Kabupaten Bogor. Sejumlah perwakilan massa pun diterima pihak pemda dan BPJS Kesehatan untuk berdialog seputar tuntutannya. Sebelumnya, pada kesempatan berbeda, Deputi Direksi Wilayah Jabodetabek BPJS Kesehatan Ni Made Ayu Sri Ratna Sudewi sempat menjelaskan rencana penyetaraan kelas faskes. Tetapi dirinya belum bisa memastikan kapan penyetaraan tersebut bisa terealisasi. “Nanti akan ada unified benefits. Dari Kementerian Kesehatan sudah ada peta jalan layanan ini, jadi nanti tidak ada kelas 1, 2 dan 3. Semuanya sama dengan standar kualitas yang sama,” terang Made. Sejauh ini, Made mengaku memang masih mendapat keluhan faskes kelas 2, sementara masyarakat setempat justru terdaftar sebagai peserta kelas 2. “Pihak rumah sakit perlu mengumumkan kelas yang ada di sana sebelumnya. Kalau di Kalimantan, ada rumah sakit yang telah melakukan penyetaraan kelas,” pungkasnya. (fin/b/feb/run)