METROPOLITAN - Suasana Kota Palu, Sulawesi Tengah, masih mencekam. Selain listrik PLN putus total, warga pun mulai kekurangan bahan makanan dan air bersih. Kondisi ini diperparah lagi dengan berubahnya struktur tanah menjadi sungai lumpur yang dapat mengancam jiwa. Kota Palu pun jadi lautan mayat yang membuat pilu warga se-Tanah Air hingga bangsa lain. Belum kering air mata akibat gempa di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), Indonesia kembali berduka. Jumat (28/9/2018) petang, gempa disertai tsunami melanda Kabupaten Donggala dan Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah. Ribuan mayat pun berserakan di jalanan hingga membuat bulu kuduk merinding. Mayat-mayat itu juga bergelimpangan di Pantai Talise, Kota Palu, bahkan ada pula yang mengambang di laut. “Itu kayak lautan mayat. Ada yang mengambang di pantai sama di jalanan, ada saja mayat,” ungkap Irwan (34), warga yang selamat dari maut. Sementara beberapa wilayah juga hanyut ditelan sungai lumpur sebagai akibat dari gempa tsunami. Seperti di Sigi, Jalan Dewi Sartika Palu Selatan, Petobo, Biromaru, Sidera. Tercatat hingga Minggu (30/9) malam, data korban tewas akibat gempa 7,4 magnitude serta Tsunami sudah mencapai 1.203 jiwa. Ini berdasarkan pendataan yang dilakukan Mabes Polri. ”Ya sebagian sudah dimakamkan keluarga,” ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo. Rincian korban tewas itu yakni sepuluh jenazah di RS Wirabuana, 201 jenazah di RS Undata, 50 jenazah di Masjid Raya, 161 jenazah di RS Bhayangkara, 35 jenazah di Kecamatan Tawaeli, dua jenazah di Kelurahan Kayumalue Pajeko, lima jenazah di Kelurahan Kawatuna, tujuh jenazah di Pos Polisi PP, 700 jenazah di Kelurahan Petobo dan 32 jenazah di RS Madani. Para korban tewas tersebar di sejumlah rumah sakit dan posko terpadu Badan SAR Nasional (Basarnas). Sebagian jenazah yang berhasil teridentifikasi juga sudah dimakamkan. ”Karena sebagian besar sudah membusuk,” tutur Dedi. Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho memperkirakan masih ada 50 hingga 60 orang yang masih tertimbun reruntuhan. “Diperkirakan jumlah korban masih terus bertambah karena banyak korban yang belum teridentifikasi, masih tertimbun reruntuhan bangunan atau tanah longsor serta daerahnya belum terjangkau tim SAR (Search and Rescue, red),” jelas Sutopo. Sutopo menjelaskan bahwa korban meninggal sudah dalam proses pemakaman secara massal. Ini setelah korban meninggal dunia telah melalui proses identifikasi DVI, face recognition dan sidik jari. Pemakaman massal, menurutnya, perlu segera dilakukan untuk menghindari penyebaran penyakit bagi pengungsi korban gempa bumi dan tsunami yang bertahan di luar ruangan. Sutopo mengatakan, BNPB dan sejumlah tim gabungan relawan yang datang ke Sulawesi Tengah masih akan terus melakukan evakuasi di sejumlah tempat yang diduga masih terdapat korban akibat gempa bumi dan tsunami. Sekadar diketahui, Gubernur Sulawesi Tengah menetapkan masa tanggap darurat akibat bencana gempa serta tsunami di provinsinya selama 14 hari atau sejak 28 September 2018. “Kami menemui beberapa kendala yang cukup menyusahkan. Seperti listrik yang terputus, akses komunikasi juga terputus, alat berat terbatas, tenaga SAR masih perlu ditambah, akses jalan darat untuk mengirim bantuan banyak terhambat serta daerah terdampak yang luas,” tuturnya. Sementara itu, para korban saat ini membutuhkan uluran tangan. Para korban gempa dan tsunami yang mengungsi di lapangan depan kantor wali kota mengeluhkan kurangnya bahan makanan. ”Makanan belum ada, air susah. Kami mengungsi cuma seperti ini,” ujar seorang pengungsi, Maya, di lokasi pengungsian, Minggu (30/9/2018). Para pengungsi itu berlindung dari panas matahari di bawah tenda darurat dengan terpal seadanya. Untuk alasnya, mereka menggunakan tikar atau terpal. Mereka berharap bantuan cepat datang, terutama untuk kebutuhan anak-anak. Seorang pengungsi lainnya, Hendra, mengatakan bahwa ada warga yang sudah mulai mengambil makanan dari toko-toko karena bantuan tak juga datang. ”Tadi sudah ada yang dijarah. Bagaimana, tidak ada pilihan lain lagi. WC tidak ada, tidak mungkin juga buang air dekat tenda,” ucap Hendra. Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB Sutopo menjelaskan, saat ini di lokasi-lokasi terdampak bencana di Sulawesi Tengah, kondisi listrik, air bersih dan SPBU masih padam. Di sana masih sering terjadi gempa susulan kecil, di mana sejak 30 September 2018 pukul 12:00 WIB tercatat sebanyak 209 kali gempa susulan. ”Penduduk yang berada di bukit-bukit sudah mulai turun dan bergabung ke pos pengungsi,” katanya. Ia juga menjelaskan hal lain yang perlu dilakukan dengan segera adalah percepatan pemulihan listrik. Pemulihan listrik ini ditargetkan selesai tiga hari ke depan. Sutopo menuturkan, dari pihak PLN sudah mengerahkan 216 personel mereka untuk melakukan perbaikan. ”Lima Gardu Induk (GI) padam, dua unit GI Pamona dan GI Posko yang menyuplai listrik daerah Tentena, Poso dan Kota Poso sudah diperbaiki. Solusi jangka pendek untuk penerangan, PLN membawa delapan genset untuk disebar di posko di Palu dan Donggala,” tandasnya. (de/feb/run)