METROPOLITAN - Setelah pemasangan rel untuk LRT Jabodetabek, pengoperasian MRT juga dipersiapkan. PT MRT Jakarta berencana melakukan uji coba tahap satu di akhir 2018. Uji coba ini akan dilakukan menyusul kesiapan sarana dan prasarana MRT yang sudah nyaris selesai. PT MRT Jakarta telah mengajukan tarif sebesar Rp13 ribu untuk jarak terjauh saat ini, yaitu Stasiun Lebak Bulus-Bundaran Hotel Indonesia. Direktur Operasi dan Pemeliharaan PT MRT Jakarta Agung Wicaksono mengatakan, pihaknya sudah mengkaji tarif MRT dengan panjang lintasan tahap pertama 16 kilometer (km). Hasil kajian tersebut telah diajukan kePe merintah Provinsi DKI Jakarta sebagai regulator. ”Tarif sudah lakukan kajiannya dan sudah studi. Serta sudah sampaikan usulannya ke pemerintah,” kata Agung di Jakarta, Kamis (4/10/2018). Agung menyebutkan besaran nominal harga tiket MRT untuk 10 km pertama Rp8.500, kemudian ditambah Rp700 setelah penumpang melewati 10 km pertama. Ia pun memperkirakan total tarif MRT dengan rute tahap pertama Lebak Bulus-Bundaran Hotel Indonesia atau sebaliknya mencapai Rp13 ribu. Besaran harga tersebut sudah termasuk disubsidi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. ”Dihitung saja, Rp8.500 10 km kalau sampai ujung 16 km rata-rata Rp13 ribu. Dari ujung ke ujung ya, ini tergantung, dari Lebak Bulus turun di mana,” tuturnya. Rencananya, MRT diuji coba pada akhir 2018 kemudian beroperasi Maret 2019. Saat ini pengerjaannya sudah mencapai 96,53 persen. Moda transportasi massal tersebut bisa mengangkut 130 ribu sampai 170 ribu penumpang per hari. ”Pada hari ini kami berada di konstruksi. 96,53 persen ya bisa dibilang kurang dari 4 persen lagi,” ujarnya. Sebelumnya, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) terus giat mempersiapkan Mass Rapid Transit (MRT) sebagai sarana transportasi publik baru di Jakarta yang terhubung dari Kampung Bandan menuju Lebak Bulus. Tidak hanya MRT, ke depannya Kemenhub membuka wacana baru untuk mengintegrasikannya dengan kendaraan atau angkutan pengumpang (feeder) seperti bus hingga Light Rail Transit (LRT). Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi berharap keberadaan transportasi umum seperti MRT nantinya bisa mengurai kemacetan hingga meredakan tingkat polusi di ibu kota yang kian parah. Namun begitu, ia menekankan kesiapan yang pemerintah secara Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) terbatas. Karenanya, ia ingin mengajak pengembang swasta ikut menyumbangkan bantuan dalam pembangunan MRT. ”Jangan hanya mengandalkan pemerintah. Karena selain uangnya terbatas, kita punya kebijakan membangun di daerah-daerah pinggiran. Kami minta mereka (swasta, red) membuat proposal, dilaksanakan swasta melakukan itu. Kalaupun ada pemerintah, pemerintah jangan banyak (peran, red) di sana,” urainya di Jakarta, Minggu (23/9/2018). Dia pun menyatakan adanya sebuah ide baru, yakni pembangunan MRT beserta stasiunnya nanti akan terintegrasi dengan angkutan feeder. ”Feeder-nya macam-macam. Dari yang paling canggih namanya LRT, terus kita bisa buat people mover, bisa juga bikin kereta kapsul. Tapi yang paling sederhana kita bisa buat bus,” katanya. Budi juga mengimbau pihak pengembang swasta yang mau ikut serta dalam proyek ini agar mengutamakan kepentingan masyarakat selaku pengguna MRT, dibanding keuntungan perseroan semata. Dengan adanya kerja sama dengan pengembang swasta, ia optimis nilai investasi yang tergolong besar bisa tertutupi. ”Karenanya kita akan membuat masterplan yang sudah dibuat BPTJ (Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek, red) dengan detail yang lebih konkret. Dan saat membahas detail, para pengembang kita ajak bicara,” sambungnya. Terkait besaran investasi tersebut, dia menyebutkan, sebagai angkutan pengumpan memakan biaya terendah, yakni sekitar Rp160 miliar. Sementara LRT menjadi yang paling mahal. ”Bus guided itu yang paling murah, per km sekitar Rp160 miliar. Kalau 5 km kali lima ya Rp800 miliar. Kalau yang di atasnya, Rp200- 250 miliar, itu kereta kapsul. Kalau people mover Rp300 miliar, LRT kira-kira Rp500 miliar per km,” bebernya. (bis/feb/run)