METROPOLITAN - Raut wajah resah terlihat jelas di wajah Fetty Novita, istri Ubaidillah Salabi yang merupakan korban jatuhnya pesawat Lion Air JT610 yang bertolak dari Jakarta menuju Pangkalpinang pada Senin (29/10). Ubaidillah harus meninggalkan Fetty bersama empat anaknya yang saat ini masih mengenyam pendidikan. Ia merupakan Kasubdit Inventarisasi Hutan Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kemen LHK). Sebelum berangkat menuju Pangkalpinang untuk menjadi narasumber, Ubaidillah sempat menunda keberangkatannya lantaran menjenguk kedua buah hatinya yang sedang berkuliah di Universitas Gajah Mada (UGM) serta sang ibu di Solo. “Sabtu itu beliau masih menyempatkan waktunya untuk menjenguk dua anaknya di Yogya karena kuliahnya di UGM. Habis itu beliau menjenguk ibu di Karanganyar, Solo, karena sedang sakit,” ujar Bilal Al Hanafi, adik kandung Ubaidillah. Sepulangnya dari Solo, Ubaidillah tiba pukul 20:00 WIB pada Minggu (28/10). Pada keesokan harinya ia melanjutkan perjalanannya menuju Pangkalpinang. “Berangkat ke bandara Senin Subuh diantar sopir. Sejauh ini memang tidak ada firasat atau pesan apa-apa,” katanya. Tak lama kemudian, keluarga Ubaidillah mendapatkan kabar ada kecelakaan pesawat dengan rute Jakarta-Pangkalpinang. Hal tersebut membuat keluarga panik, terlebih Ubaidillah menjadi salah satu penumpang pesawat Lion Air JT610. Sampai Senin (29/10), keluarga belum mendapatkan kabar mengenai keberadaan Ubaidillah Salabi. Sang istri belum mengizinkan untuk memasang tenda karena masih belum yakin dan menunggu keajaiban. Sebab, awal mendengar kabar dari WhatsApp group keluarga bahwa nama Ubaidillah ada di nomor urut 135 penerbangan Jakarta menuju Pangkalpinang. “Saya langsung telepon istri Ubaidillah namun tidak ada jawaban. Akhirnya saya langsung ke Bogor,” paparnya. Ubaidillah memiliki empat anak, di antaranya Ilham yang sedang berkuliah di UGM semester lima, Firda yang sedang berkuliah di UGM semester satu, Nadi sekolah di SMA 3 Bogor dan Emili di SMP 1 Bogor. Di keluarga, ia terkenal sebagai ayah yang penyayang dan cinta keluarga. Ubaidillah juga menjadi tulang punggung keluarga, bahkan ia pun menyekolahkan lima adiknya sampai perguruan tinggi. Terpisah, salah satu staf Ubaidillah di Kemen LHK, Anjar Yogi, merasa terpukul saat menerima kabar tersebut. Menurutnya, Ubaidillah seharusnya berangkat pada Minggu menggunakan pesawat Garuda bersama yang lainnya. Namun karena harus pergi ke Yogya, ia mengambil penerbangan Senin pagi. “Harusnya nggak kayak gini. Kalau beliau berangkat di Minggu, semuanya pasti baik-baik saja,” imbuhnya. Lelaki yang memiliki hobi membaca tersebut sangat terkenal sebagai pemimpin yang dekat dengan stafnya. Selain itu, ia juga terkenal sebagai pemimpin yang sabar. “Belum pernah marah, beliau orangnya sabar. Saya stafnya langsung beliau. Tidak ada firasat apa-apa, kami belum tentu bisa dapat pengganti seperti beliau lagi. Orangnya tanggung jawab, suka bercanda dan humoris. Walaupun beliau pimpinan, namun tetap dekat bersama bawahan, nggak ada batasan,” ungkap Anjar. Duka mendalam juga dialami keluarga korban penumpang pesawat Lion Air lainnya. Ya, Arif Yustiant (27), anak pertama dari empat bersaudara warga Kampung Kelapa, RT 05/19, Desa Wangunjaya, Kecamatan Bojonggede, Kabupaten Bogor. “Sebelum berangkat, anak saya ingin pulang ke rumah dari tempat kerjaan. Ternyata pas dia mau pulang, tidak jadi karena hujannya gede waktu itu,” ucap Suriyoso. Suriyoso menuturkan, sebelum berangkat, Arif cuma titip salam sama ibu dan meminta doa agar selamat di jalan ketika berangkat ke Bangka. Arif berangkat kerja atas panggilan tugas tempat ia bekerja. “Dia memang orang rajin. Bahkan semenjak kerja, ia jarang pulang. Kalau pulang, Arif suka Sabtu. Minggu Arif berangkat lagi. Sebelumnya saya dapat kabar dari pemberitaan kalau ada pesawat jatuh,” ucapnya. Ia menambahkan, pihaknya ingin mengetahui kepastian nasib anaknya tersebut, apakah masih selamat atau sudah tiada. Karena selama ini belum ada kepastian tentang para nasib para penumpang Lion Air tersebut. “Sedih ada, cuma saya ingin kepastian dari pemerintah, karena sampai saat ini (kemarin, red) belum ada kepastian tentang korban-korban,” pungkasnya. (mul/meg/d/mam/run)