METROPOLITAN - Terkuaknya warga pemilik lahan terdampak pembangunan jembatan layang atau flyover Jalan RE Martadinata yang belum mendapat kompensasi uang penggantian lahan, terus menjadi perbincangan. Selama dua tahun lebih, ahli waris memproses pencairan namun tak kunjung ada kejelasan. Alhasil, kekecewaan pun disuarakan lewat spanduk di lokasi pembangunan. Camat Tanahsareal Asep Kartiwa mengakui, ada warganya yang belum mendapatkan uang penggantian lahan dampak proyek senilai Rp97,4 miliar itu. Sebab, masih proses konsinyasi di Pengadilan Negeri (PN) Bogor. Sejak awal keluarga pemilik lahan sudah diarahkan untuk mengurus hak pembayaran. Hanya saja terganjal kaitan identitas pemilik lahan yang dinilai belum ada kejelasan, sehingga konsinyasi pun dilakukan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) sebagai pengguna anggaran. Sepengetahuannya, pemilik lahan diinformasikan telah meninggal dan tidak memiliki keturunan. Sehingga ahli warislah yang berhak mengambil uang kompensasi. Hingga kini, proses pembuktian kepemilikan ahli waris keturunan masih belum rampung. “Kecamatan sudah memberikan bantuan agar warga yang terkena imbas pembebasan lahan mendapat pembayarannya. Uang konsinyasi sudah ada di pengadilan, tinggal diambil. Namun masih ada proses yang harus diselesaikan pemilik lahan atau ahli waris,” katanya kepada awak media, kemarin. Aska, sapaan karibnya, berjanji pihaknya bakal membantu secara total agar tidak ada masalah nantinya. Karena itu, semua dokumen harus terbukti, mulai dari atas nama pemilik lahan ataupun para ahli waris. “Tinggal urus, kami siap bantu,” ucapnya. Sementara itu, Humas II PN Bogor Mohammad Solihin membenarkan adanya uang konsinyasi yang dititipkan ke PN Bogor. Nilainya pun sesuai surat penetapan kepada ahli waris sebesar Rp1,23 miliar sejak 2016. Pihaknya berkilah tidak pernah mempersulit proses pencairan konsinyasi. Hanya saja ada beberapa syarat yang belum dipenuhi pihak ahli waris. Hingga kini, jumlah uang yang dititipkan tidak berkurang. Sebab, segala proses mulai penganggaran hingga apraisal, sudah dilakukan pemkot. PN Bogor hanya proses penitipan uang saja. “Ada dokumen dari Badan Pertanahan Negara (BPN) yang belum kami terima, surat pengantar pengambilan ganti rugi. Jadi bukan dipersulit, memang itu belum ada. Untuk proses pencairan, harus ada itu. Nah, mungkin cara penyampaian ke BPN kurang tepat sehingga seperti dipersulit. Syarat-syarat untuk mengeluarkan dokumen yang kami minta apa saja, boleh ditanyakan ke BPN,” paparnya. Sebelumnya, penggantian lahan seluas 190 meter persegi atas nama Ayadi di Jalan RE Martadinata, RT 06/06, Kampung Lebakjawa, Kelurahan Kebonpedes, Kecamatan Tanahsareal, yang terdampak proyek senilai Rp97,4 miliar dari APBN itu, hingga kini belum juga dicairkan. Diketahui uang penggantian tersebut telah dititip melalui konsinyasi di PN Bogor. Perwakilan ahli waris, Nur Aeni, mengaku kecewa terhadap Pemkot Bogor, Badan Pertanahan Negara (BPN) dan PN bogor. Sebab, proses dari pengadilan sudah dilakukan sejak 2016 lalu, melalui surat penetarap atas pembayaran tanah tersebut. “Namun selama mengurus, belum bisa turun. Uangnya sudah dititip pengadilan tapi kami belum terima uang apa pun. Padahal pembangunan sudah mulai jalan. Nilai penggantian juga kami tidak keberatan. Ya kami kecewa lah, makanya kami pasang spanduk bentuk kekecewaan,” katanya. (ryn/c/feb/run)