METROPOLITAN – Di era kecanggihan informasi seperti saat ini, keberadaan hoax alias berita bohong seperti tidak bisa dibendung. Hoax bisa berseliweran di semua lini media sosial, mulai dari Facebook, Instagram, Twitter bahkan hingga aplikasi chating yang paling populer sebut saja WhatsApp
(WA), hoax bisa masuk dengan mudah dan disebar luaskan oleh pengguna WA. Bahkan kini, keberadaan hoax kian memprihatinkan. Saking membuat resah, kabar yang terbaru, pihak WhatsApp melakukan pembatasan fitur ‘Forward’ bagi pengguna untuk meneruskan pesan yang mereka terima dari jejaring sosial mereka. Hal ini dilakukan bukan lain untuk menangkal hoax yang sangat meresahkan masyarakat. Pihak WhatsApp seperti memiliki kewajiban untuk membentengi konsumen mereka agar tidak ‘ketempelan’ Hoax. Hoax seperti didesain menyerupai kebenaran yang hakiki. Tentu hal ini membuat masyarakat yang memiliki kadar intelektual yang beragam, sebagian dari masyarakat Indonesia yang merupakan negara yang masih bekembang ini kesulitan untuk membedakan apakah kabar yang mereka dapatkan di berbagai lini media sosial tersebut asli atau palsu. Terlebih, tahun ini merupakan tahun politik yang mana pesta rakyat yakni pemilihan presiden (pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg) dilakukan secara serentak . Menurut analisa kesotoyan penulis, bisa jadi tahun ini bakal menjadi “Tahun Panen Hoax”. Disinilah kehebatan hoax, ‘mahluk’ ciptaan manusia tak bertanggung jawab ini bisa masuk ke semua lini masa dengan berbagai topeng kepentingan dan berada di semua level tatanan sosial. Mulai dari hanya untuk iseng-iseng dengan tujuan membuat heboh dengan alasan memberikan kepuasan diri terhadap sang pencipta hoax, hingga hoax yang diciptakan untuk kepentingan ambisi pribadi bahkan untuk menjatuhkan lawan tarung di kancah politik papan atas. Wuih... kalau hoax sudah menjadi komoditas politik dan menjadi alat untuk kepentingan satu atau beberapa golongan hingga untuk menjungkalkan lawan politik. Hoax di tingkat ini mesti memiliki kualitas karena akan diciptakan dengan desain yang menyerupai asli padahal palsu. Karena itu tadi, “Demi Kepentingan Yang Maha Kuasa”. Mereka yang memiliki pengetahuan yang lemah dan ogah membaca apalagi enggan mengkroscek kebenaran sebuah berita akan menjadi korban utama. Pasalnya, masyarakat model seperti ini secara otomatis memiliki filter yang lemah. Bahkan, tak jarang masyarakat yang sangat awam ‘mengimani’ segala sesuatu yang mereka baca meski tanpa tahu sumbernya. Parahnya lagi kalau sampai mereka mempercayai kabar hoax yang dikemas sedemikian rapi seakan akan ‘wahyu’ dari Tuhan dan wajib diimani. Ini bahaya!, bahkan kalau boleh penulis berwasiat, penyebaran hoax itu sama dengan menebarkan fitnah dan itu lebih kejam dari pembunuhan. Redaktur : Maulana Yusuf