METROPOLITAN - Meski diberi kesempatan bebas dari penjara, terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba’asyir tak bisa keluar dari bui jika tak memenuhi syarat perundang-undangan. Pada Selasa (22/1/2019), Presiden RI Joko Widodo menegaskan sikapnya menaati prosedur hukum terkait pembebasan Ba’asyir dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Gunungsindur, Bogor, Jawa Barat. ”Ini namanya pembebasan bersyarat. Bukan pembebasan murni, itu harus dipenuhi. Contohnya setia pada NKRI, setia pada Panpembebasan bersyarat. Syaratnya casila. Itu sangat prinsip sekali,” ujar Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta. Jokowi menyerahkan sepenuhnya urusan kepatuhan terhadap syarat pembebasan yang diajukan kepada Ba’asyir sendiri. ”Ini ada sistem dan mekanisme hukum yang harus kita tempuh. Saya disuruh menabrak (sistem, red) kan nggak bisa. Apalagi sekali lagi ini sesuatu (persyaratan, red) yang basic, setia NKRI, setia Pancasila. Itu basic sekali,” sebutnya. Sebelumnya, pada akhir pekan lalu, Presiden Jokowi diberitakan akan membebaskan Ba’asyir dalam waktu dekat demi alasan kemanusiaan. Ba’asyir juga dinilai telah memenuhi syarat hukum, yakni telah menjalani dua pertiga masa kurungan. ”Ustadz Abu Bakar Ba’asyir sudah sepuh dan kesehatannya sering terganggu. Ya bayangkan kalau kita sebagai anak melihat orang tua kita sakit-sakitan seperti itu. Itulah (sebelumnya, red) yang saya sampaikan secara kemanusiaan,” tutur Jokowi saat melakukan konferensi pers di hadapan wartawan, (22/1/2019). Rencana pembebasan Ba’asyir tersiar saat Presiden Jokowi berkunjung ke Pondok Pesantren Darul Arqam di Garut, Jawa Barat, (19/1/2019). Rencana pembebasan itu artinya Ba’asyir bisa bebas enam tahun lebih awal dari masa hukumannya, yakni 15 tahun. Ia divonis atas dakwaan mendirikan kamp pelatihan paramiliter di Aceh, yang anggotanya memiliki ambisi membunuh presiden dan mengacaukan perekonomian negara. Dilansir Jawapos, Ba’asyir seharusnya mendapat pembebasan bersyarat pada 13 Desember 2018. Namun ia tak jadi keluar karena tak patuhi aturan. ”Salah satunya itu adalah membantu dan menaati proses hukum. Yang kedua, setia pada undang-undang dasar, Pancasila dan NKRI. Itu dia tidak mau tanda tangan. Karena itu, petugas lapas tidak memberikan hak dia untuk bebas berdasarkan instrumen pembebasan bersyarat,” jelas sumber yang tak bersedia disebutkan namanya tersebut. Wacana pembebasan Ba’asyir sendiri mendapat kritikan tajam dari sejumlah media dan pengamat di Australia serta membuat banyak warga Australia yang menjadi korban kecewa. (jp/feb/run)