berita-utama

Dari Ruangan Sempit Tembus Pasar Internasional

Senin, 25 Maret 2019 | 08:44 WIB

METROPOLITAN - Ruangan berukuran 2,5 x 4 meter di rumah A Friyana Wiradikata di Kelurahan Bojongkerta, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, disulapnya menjadi ruang pandai besi. Di dalamnya terbilang len­gkap. Ada tungku pembakaran baja, mesin pemotong besi, potongan kayu, potongan pelat baja, gerinda, ampelas sampai beragam pisau setengah jadi. Di belakang rumahnya itulah Friyana menyulap pelat baja menjadi pisau be­raneka jenis dan ukuran. Tiap pagi hingga sore, ia pun sibuk di sana. Begitu juga saat hari libur. Pisau, bagi Friyana, ibarat sahabat lama. Ia mengaku kecanduan memiliki benda tajam itu sejak masih remaja. Hobi berpetualang di alam bebaslah yang memperte­mukan keduanya. ”Saya suka pisau dan mengoleksinya untuk berpetualang,” kata Friyana. ­ Kali ini ia tak puas hanya men­goleksi pisau. Friyana mencoba membuat pisau sendiri dengan alat seadanya menggunakan gerinda tangan dan asal tajam saja. Ia pun makin tertarik mem­perdalam kemampuannya dari membaca literatur maupun pengetahuan yang didapat dari teman-temannya. Melalui Yout­ube, ia melihat teknik pembua­tan pisau dengan cara menem­pa dan peralatan penunjang lainnya. ”Dari melihat video-video, saya mulai membuat 1-2 buah pisau saja,” katanya. Tak sampai di situ, ia juga belajar metalurgi atau sifat-sifat kimia dari logam dan cara memanfaat­kan logam untuk kegunaan se­hari-hari. Misalnya komposisi baja sekaligus pengolahannya. Friyana juga memilih bahan baku baja yang komposisi karbonnya sangat tinggi, sehingga awet ta­jam, tidak berkarat dan kuat. Bahan baku yang digunakan berasal dari Amerika, Swedia, Jerman dan Jepang. Friyana mengenalkan produk buatannya lewat Facebook dan dari mulut ke mulut. Kesan dari orang yang pernah memesan ternyata menarik orang lain un­tuk ikutan memesan pisau ke­pada Friyana. Apalagi ia bisa membuat pisau jenis apa saja. Sesuai desain dari pemesan. Mau senjata ala-ala Jepang seperti shuriken, pisau fuko senjata khas Skandinavia pun bisa dibuatkan. Sudah banyak desain pisau yang berkelebat meluncur dari beng­kel kerjanya yang letaknya tak jauh dari Tol Bocimi itu. Keba­nyakan dari jenis tactical atau skinner, bowie yang tergolong pisau komersial. Sisanya dari jenis tusuk macam belati atau pisau komando, pisau lempar dan jenis tebas seperti golok. ”Saya bikin sesuai pesanan dari Mapala, anggota Korem, Pas­pampres dan Brimob banyak yang pesan ke saya. Untuk ang­gota pesan secara personal, un­tuk dibawa bertugas seperti ke Papua,” ujarnya. Bahkan pisau buatan Friyana yang diberi label AFW Knife itu kini sanggup menusuk dan me­nembus pasar internasional. Beberapa kolektor dari negara Jepang, Malaysia, Brunei Darus­salam, Kanada, Amerika, Nor­wegia, Polandia dan sejumlah negara di Timur Tengah. Selain mutu yang lebih baik, atau setidaknya sejajar, daya saing lainnya didorong harganya yang jauh lebih murah daripada pro­duk pisau luar negeri. Hal itu pula yang membuat emak-emak di Bogor pun banyak yang me­mesan pisau dapur kepadanya. ”Saya pernah membuat pedang katana dijual seharga Rp8,5 juta. Untuk pisau jenis bushcraft atau petualang dijual dengan kisaran Rp350-Rp450 ribu. Termahal Rp800 ribu ukuran standar jenis besinya D2 dari Swedia,” ung­kapnya. Dalam sebulan, Friyana bisa menyelesaikan sekitar 15-20 buah pisau custom. Harganya bervariasi. Sesuai jenis bahan dan tingkat kesulitan. ”Ada juga yang meminta gagang pisau pa­kai tulang, itu juga kami layani. Kalau untuk sarung pisau, semua terbuat dari bahan kulit,” ujar Friyana. Ia mengaku lebih suka meng­garap sendirian dengan bantuan seorang pekerja. Di sisi lain ka­rena masih keterbatasan perala­tan, alasan itu pulalah yang membuatnya tak berencana memproduksi massal pisau-pisau buatannya. ”Saya kerja berdasarkan pesanan. Selain itu, kalau ada ide baru pasti saya bikin buat koleksi sendiri,” ung­kapnya. (lip/mam/run)

Tags

Terkini