berita-utama

PUPR Minta Duit Rp140 M ke Pemprov

Kamis, 28 Maret 2019 | 08:46 WIB

METROPOLITAN - Di balik pembangunan Flyover RE Martadinata menyisakan Pekerjaan Rumah (PR) tersendiri bagi Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor. Lalu lintas di pintu perlintasan kereta api Kebonpedes mengalami kemacetan yang semakin semrawut. Itu terjadi akibat kendaraan yang biasa melintas ke arah pintu perlintasan RE Martadinata dilimpahkan ke Kebonpedes. Sekadar diketahui, setelah pintu perlintasan kereta api RE Martadinata dibangun, Satlantas Polresta Bogor Kota melakukan rekayasa lalu lintas. Ada dua jurusan angkutan umum yang terkena dampak dan harus melintasi pintu perlintasan kereta api Kebonpedes. Yakni angkot 12 jurusan Cimanggu-Pasar Anyar dan angkot 24 jurusan Pondok Rumput-Pasar Anyar. Menjawab hal itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kota Bogor Chusnul Rozaqi mengaku sudah memiliki solusi untuk mengurai kemacetan lalu lintas yang biasa terjadi di pintu perlintasan kereta api. Yakni dengan mengusulkan pembangunan dua flyover tambahan di dua titik berbeda ke Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar). “Tahun ini kami ajukan pembangunan flyover di perlintasan kereta api MA Salmun dan perlintasan Kebonpedes,” katanya. Kedua megaproyek flyover pada dua perlintasan kereta api tersebut, menurutnya, diprediksi bakal menghabiskan dana sebesar Rp140 miliar yang bersumber dari Provinsi Jabar. Dengan rincian Rp80 miliar untuk pembangunan flyover di Jalan MA Salmun dan Rp60 miliar untuk flyover di perlintasan Kebonpedes. “Intinya kedua flyover ini demi mengurai kemacetan,” ucapnya. Dalam proyek tersebut, pihaknya hanya terlibat dalam pembiayaan pembebasan lahan, khususnya yang ada di Kebonpedes. ”Memang tak sepenuhnya provinsi dalam proyek ini hanya untuk kegiatan pembebasan lahannya tanggung jawab pemkot,” bebernya. Namun, hingga kini pihaknya belum melakukan sosialisasi kepada masyarakat atau pengguna jalan karena masih tahap usulan. ”Kami akan melihat dulu desainnya. Jika (desain, red) sudah ada, baru disosialisasikan. Minimal di APBD Perubahan 2019 kami coba untuk kegiatan sosialisasinya,” imbuhnya. Menurutnya, pembangunan flyover di kedua lokasi tersebut sangat diperlukan. Mengingat tingginya volume arus lalu lintas, terutama saat jam sibuk. Kedua lokasi merupakan dua dari puluhan titik kemacetan di pusat Kota Bogor. ”Dengan adanya flyover, setidaknya bisa menjadi solusi untuk mengatasi kemacetan yang terjadi di kawasan tersebut,” ujarnya. Sementara itu, Pengamat Transportasi Budi Arif menuturkan, secara umum jika proyek pembangunan Flyover Jalan RE Martadinata rampung, hal tersebut bakal berdampak pada berkurangnya volume kendaraan yang melintasi pintu perlintasan kereta api Kebonpedes. Hal itu bakal terjadi lantaran para pengguna jalan akan lebih memilih fasilitas flyover ketimbang harus menunggu lama di depan pintu perlintasan. “Secara teori, pertemuan sebidang antara kereta api dengan jalan raya dipastikan bakal terjadi penumpukan kendaraan. Hal ini dikarenakan kereta api memiliki keistimewaan tersendiri. Makanya jika kereta api melintas, para pengguna jalan harus menanti. Kalau Flyover RE Martadinata selesai, pasti akan berdampak terhadap perlintasan yang berada di sekitarnya,” jelasnya. Kendati hadirnya Flyover Martadinata diyakini akan berdampak pada pengurangan volume kendaraan dan kemacetan di kawasan perlintasan Kebonpedes, menurutnya, hal tersebut juga dikembalikan kepada para pengguna jalan. Terlebih sejumlah faktor yang dinilai memiliki peran penting, seperti tujuan pengendara, tempat tinggal serta pengetahuan pengendara akan lalu lintas di wilayah itu sendiri. “Kalau yang tidak paham rute pasti akan pasrah saja, tidak akan pilih-pilih jalan. Yang pasti pengurangan kendaraan di perlintasan Kebonpedes dan MA Salmun tentu sangat berpotensi akan terjadi. Mungkin sekitar 10 hingga 20 persen akan mengurangi arus lalu lintas di dua perlintasan lainnya,” tuturnya. Terpisah, anggota Komisi C DPRD Kota Bogor Yus Ruswandi mempertanyakan terkait rencana pembangunan flyover di pintu perlintasan MA Salmun atau Pasar Anyar. Sebab yang menjadi titik kemacetan bukannya di pintu perlintasan MA Salmun, melainkan di Taman Topi. “Harusnya yang di Taman Topi. Kayaknya kepala PUPR yang sekarang tidak tahu sejarahnya. Jelas-jelas ini (titik pembangunan flyover, red) sudah diusulkan anggota dewan sejak 2011,” herannya. Terlepas dari itu, menurut Yus, rencana pembangunan flyover di pintu perlintasan Kebonpedes memang sangat diperlukan. Karena sejak perlintasan kereta api dari Bogor ke Jakarta atau sebaliknya menjadi double track, itu menyebabkan penumpukan kendaraan dan menghambat lalu lintas kendaraan. “Bayangkan saja, kereta api sekarang melintas per lima sampai sepuluh menit sekali. Tentu ini menyebabkan kendaraan jadi numpuk. Sangat setuju untuk dibangun secepatnya, karena ini berdampak terhadap ekonomi juga,” ucapnya. Soal solusi selain flyover, jelas Yus, sebenarnya ada solusi konkret yang dimiliki Pemkot Bogor. Yakni melalui konversi angkot atau mewujudkan kendaraan transportasi massal. Namun sampai saat ini rencana itu belum terwujud. “Ya mau nggak mau bangun flyover. Toh program prioritas untuk mengurai kemacetan yang salah satunya adalah konversi angkot, sampai detik ini belum terwujud,” ujarnya. (ogi/c/rez/run)

Tags

Terkini