Sesungguhnya Islam adalah agama Samawi, ia berfungsi sebagai Rahmat dan Ni’mat bagi manusia seluruhnya.
Maka Allah SWT mewahyukan agama ini dalam nilai kesempurnaan yang tertinggi, kesempurnaan yang meliputi segi – segi fundamental dunia dan ukhrawi, guna menghantarkan manusia kepada kebahagiaan lahir batin dunia dan akhirat. Sebab itu Dienul Islam bersifat universal dan eternal lagi pula sesuai fitrah manusia dan cocok dengan tuntuntan dhamir (hati nurani) manusia seluruhnya sebagai makhluk ciptaan Allah SWT yang mulia dalam menghadapi dan menerima agama Allah SWT yang haq.
Maka konsekwensinya Islam menjadi agama dakwah, yakni agama yang harus disampaikan kepada seluruh manusia, yang telah ditegaskan pula dengan nash yang jelas pula dalam sumber ajarannya yaitu Al- Qur’an dan As-sunnah. Ajaran – ajaran Islam perlu diterapkan dalam segala bidang hidup dan kehidupan manusia, dijadikan juru selamat yang hakiki di dunia dan akhirat, menjadikan Islam sebagai nikmat dan kebanggaan manusia. Seperti yang di contohkan dalam penyebaran Islam pertama, zaman Rasulullah SAW di abad VII, kemudian di jaman pengganti – pengganti beliau dari Khulafaurrasyidin, menyusul zaman keemasan Islam. Sejarah membuktikan bahwa kedatangan Islam di zaman itu betul – betul menjadi juru selamat dan kebanggaan tiada taranya, manusia menikmati Islam sebagai karunia dan rahmat Illahi.
Namun demikian, kita yang hidup dalam abad ini tidak boleh terpesona saja dan dinina bobokan oleh jaman keemasan yang lampau. Kita sendiri harus bangkit dan memikul tugas, yaitu tugas dan tanggung jawab dakwah Islamiyyah dan ini diawali dengan pemahaman dengan sebaik – baiknya, kemudian pengenalan terhadap problematika Islam guna memberikan kemampuan dakwah Islamiyyah untuk menjawab tantangan dunia modern kini.
Untuk suksesnya risalah suci dalam kondisi dunia modern tentu harus ditopang oleh ilmu pengetahuan seperti telah diletakan dasar – dasarnya oleh firman – firman Allah SWT dan sabda – sabda Rasulullah SAW, karena itu dasar – dasar keislaman bukanlah merupakan ajaran dogmatic yang mati, tetapi dapat didukung dan dianalisa dengan ilmu. Sebagai agama dakwah, Islam merupakan tata nilai yang bergerak diantara keharusan ajaran dan alur kebudayaan. Karena itu, dakwah dilakukan dengan senatiasa mempertimbangkan aspek-aspek kebudayaan, selain aspek ajaran yang menjadi substansi infomasi dalam proses tersebut. Dakwah Islam sendiri, pada hakekatnya, merupakan aktualisasi imani yang dimanifestasikan dalam suatu sistem kegiatan manusia untuk melakukan proses rekayasa sosial melalui usaha mempengaruhi cara merasa, berfikir, bersikap dan berprilaku sesuai dengan tuntutan sosial dan norma ajaran.
Disamping berpungsi sebagai saluran kulturalisasi ajaran dalam dataran kehidupan masyarakat, secara makro eksistensi dakwah juga senantiasa bersentuhan dan bergumul dengan gerak masyarakat yang mengitarinya. Sehingga pada tahap tertentu, pergumulan Islam-kebudayaan itu dapat saja melahirkan tuntunan baru berkenaan dengan proses yang dinamis, atau sesuatu kekuatan yang hidup dalam mobilisasi sosial tertentu, dan yang pada gilirannya merupakan daya pendorong terbentuknya sistem sosial dimana dakwah itu dilaksanakan.
Ada dua hal penting yang merupakan hubungan interdepedensi antara dakwah dan masyarakat. Pertama, realitas sosial merupakan alat ukur keberhasilan dakwah disatu pihak, yang sekaligus menjadi cermin sosial dalam merumuskan agenda dakwah pada tahap berikutnya. Dan kedua, aktivitas dakwah itu sendiri yang pada hakekatnya merupakan pilihan strategis dalam membentuk arah perubahan suatu masyarakat. Itulah sebabnya eksisistensi dakwah tidak bisa dilepaskan dari dinamika kehidupan masyarakat. (*)
1