berita-utama

Rachmat Yasin ternyata ”Belum Bebas”

Rabu, 26 Juni 2019 | 08:57 WIB

Masih lekat di ingatan detik-detik saat mantan Bupati Bogor Rachmat Yasin (RY) keluar dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin. Ya, 8 Mei 2019 jadi hari bersejarah untuknya. Setelah menjalani 5,5 tahun masa kurungan, RY dinyatakan bebas bersyarat. Namun setelah 48 hari menghirup udara bebas, nyatanya kakak kandung Bupati Bogor Ade Yasin itu tak benar-benar bebas. Itu menyusul penetapan tersangka kembali oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas kasus korupsi duit Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan gratifikasi izin pembangunan.

METROPOLITAN – Dua  minggu setelah dibebaskan, KPK kembali menjerat RY dalam kasus baru. Terhitung sejak 24 Mei, statusnya yang semula bebas bersyarat justru kembali jadi tersangka atas kasus korupsi anggaran SKPD. RY diduga telah mencatut pembayaran SKPD sebesar lebih dari Rp8,9 miliar.

Siapa sangka, kasus tukarmenukar kawasan hutan di Jonggol pada 2014 yang telah divonis hakim kembali diusut KPK hingga menemukan fakta baru. ”Tersangka RY diduga meminta, menerima, atau memotong pembayaran dari beberapa SKPD sebesar Rp8.931.326.223,” kata Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (25/6).

Febri menjelaskan, sejak awal menjabat, RY sudah meminta dana di luar anggaran kepada sejumlah kepala dinas. Uang itu akan digunakan untuk operasional dan pembiayaan pemilihan kepala daerah. Masing-masing SKPD sudah memiliki jalur untuk memenuhi permintaan itu. Mulai dari honor kegiatan pegawai, dana insentif struktural, dana insentif dari jasa pembayaran Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), upah pungut, pungutan kepada pihak yang mengajukan perizinan, juga pungutan kepada pemenang tender. ”Setelah menjabat sebagai bupati Bogor pada awal 2009, RY diduga beberapa kali melakukan pertemuan, baik resmi maupun tidak, dengan para SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bogor,” bebernya.

Dalam pertemuan tersebut, lanjut Febri, RY menyampaikan kebutuhan dana di luar pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang harus dipenuhi bupati, khususnya operasional bupati dan biaya pencalonan kembali. ”Untuk memenuhi kebutuhan itu, RY menyatakan kepada para kepala dinas untuk membantunya. Maksudnya, RY meminta setiap SKPD menyetor sejumlah dana kepadanya,” ungkap Febri.

Setiap SKPD diduga memiliki sumber dana yang berbeda untuk memotong dana guna memenuhi kewajiban tersebut. Tak cuma kasus korupsi anggaran SKPD, RY juga tersandung masalah gratifikasi atas izin pembangunan pondok pesantren. Ia diduga telah menerima gratifikasi, yakni berupa tanah seluas 20 hektare di kawasan Jonggol. Berdasarkan informasi resmi dari KPK, pada 2010, seorang pemilik tanah seluas 350 hektare yang terletak di Desa Singasari dan Desa Cibodas, Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor, ingin mendirikan pondok pesantren dan kota santri. ”Untuk itu, ia berencana akan menghibahkan tanahnya seluas 100 hektare agar pembangunan pesantren terealisasi,” kata Febri.

Pemilik tanah tersebut kemudian menyampaikan maksudnya untuk mendirikan pesantren pada RY melalui stafnya. RY meminta agar dilakukan pengecekan status dan kelengkapan suratsurat tanahnya. ”Pada pertengahan tahun 2011, RY melakukan kunjungan lapangan di sekitar daerah pembangunan pondok pesantren tersebut. Melalui perwakilannya, RY menyampaikan ketertarikannya terhadap tanah tersebut. RY juga meminta bagian agar tanah tersebut juga dihibahkan untuknya,” ujar Febri.

Selanjutnya, pemilik tanah menghibahkan atau memberikan tanah seluas 20 hektare tersebut sesuai permintaan RY. ”Diduga RY mendapatkan gratifikasi agar memperlancar perizinan lokasi pendirian pondok pesantren dan kota santri,” ucap Febri. Bahkan, RY juga diduga menerima mobil Toyota Vellfire senilai Rp825 juta. Pada April 2010, RY diduga meminta bantuan kepada seorang pengusaha untuk membeli sebuah Toyota Vellfire yang uang mukanya berasal dari RY sebesar Rp250 juta. Pengusaha pemegang beberapa proyek di lingkungan Kabupaten Bogor tersebut juga pernah menjadi salah satu pengurus tim sukses RY untuk menjadi bupati. “Pemberian gratifikasi pada RY diduga dilakukan dalam bentuk pembayaran cicilan mobil sebesar Rp21 juta per bulan, sejak April 2010 hingga Maret 2013,” terangnya.

Dalam proses penyelidikan itu, KPK telah memeriksa empat orang saksi yang diperiksa di hari yang berbeda. Jumat, 21 Juni silam, KPK memeriksa dua orang saksi, yakni Mochammad Ruddy Ferdian, Direktur Utama PT Hudaya Maju Mandiri, serta Rhendie Arindra, Direktur Utama PT Reggy Pratama Adversiting dan Direktur Utama PT Wahana Nusantara Komunika. “Sedangkan dua saksi lainnya, yakni Rudi Wahab seorang wiraswasta dan Asep Aer Sukmaji yang menjabat sebagai camat Jasinga, Kabupaten Bogor, diperiksa KPK pada Selasa, 25 Juni,” bebernya.

Atas sejumlah dugaan tersebut, mantan orang nomor satu di Bumi Tegar Beriman itu disangkakan melanggar Pasal 12 huruf f dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Junto Pasal 64 Ayat 1 KUHP. Salah seorang pengusaha di Bogor, Rudi Ferdinan, mengaku telah diminta sebagai saksi oleh KPK atas kasus yang menjerat RY. Ia pun mengaku sempat dimintai pertolongan oleh eks bupati Bogor untuk mengkreditkan mobil. “Ya bingung juga, kan kita diminta tolong mengkreditkan mobil. Ya saya bantu. Nanti masih ada pemeriksaan lagi. Yang kemarin sudah (diperiksa KPK, red),” singkatnya.

Sementara itu, usai ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, RY memilih bungkam. Mantan ketua Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Jawa Barat itu memilih berada dalam rumahnya di kawasan Perumahan Villa Duta, Kota Bogor. Suasana rumah berwarna cokelat muda itu tampak sepi. Terlihat sebuah mobil Toyota Fortuner warna hitam F 1036 AF dan Honda Revo F 3458 IM terparkir di garasi rumah yang terletak di Jalan Kingkilaban Nomor 12 itu. Tak hanya itu, di depan rumah juga terparkir mobil MercedesBenz B 889 AX. “Bapak (RY, red) belum bisa berkomentar,” singkat salah seorang pegawai yang berada di depan rumah.

Hal serupa juga dilakukan Bupati Bogor Ade Yasin (AY) yang merupakan adik kandung RY. Usai melakukan pertemuan Corporate Social Responsibility (CSR) di Pendopo Bupati, AY justru menghindari wartawan yang sudah menunggunya. ”Saya tahu kamu mau nanya apa,” kata AY sambil berjalan menghindari awak media lalu memasuki ruang kerjanya saat ditemui wartawan. Terpisah, Pengamat Politik sekaligus Direktur Democracy Electoral Empowerment and Partnership (DEEP), Yusfitriadi menanggapi tiga hal soal dijadikannya RY sebagai tersangka kasus korupsi. Yang pertama adalah ditetapkannya RY sebagai tersangka pada 24 Mei lalu berbarengan dengan persiapan menjelang Musyawarah Nasional (Munas) Partai Persatuan Pembangunan (PPP). “Yang kedua adalah isu rotasi mutasi yang ada di SKPD. Dimana mungkin ini merubah patronnya menjadi ke yang lain. Wakil Bupati misalnya,” kara Yussapaan akrabnya saat ditemui di Pendopo Bupati Bogor, Cibinong, Kabupaten Bogor, Selasa (25/6/2019) malam.

Terakhir, kata Yus, kasus ini seolah membuat opini bahwa trah keluarga Yasin akan habis pada 2024. Status tersangka ini kemudian bakal membuat cerita menjadi semakin panjang. “Bakal panjang urusannya, kalau waktu OTT kan tidak lama. (Status) tersangka ini sidangnya akan lama. Bahkan akan berkembang lebih besar dibanding OTT yang lalu,” jelasnya lagi. Masih, kata Yus, bukan tanpa unsur politis jika penetapan status RY dengan pengumuman yang dilakukan sore tadi terkesan terlambat. (yos/ogi/d/feb/ run)

Tags

Terkini