Di balik viralnya kasus wanita yang membawa anjing ke Masjid Al Munawaroh, Sentul City, rupanya ada keberkahan yang didapat pengurus Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Al Munawaroh, Ishak. Siapa sangka, aksinya menghadang SM saat membawa anjing ke masjid mengantarkan Ishak ke Tanah Suci untuk ibadah umrah.
ISHAK yang biasa bertugas mengamankan masjid tersebut mendapat hadiah berupa ibadah umrah gratis. Hadiah tersebut diberikan penyedia jasa perjalanan umrah, bisaumroh.id. Hal itu juga dibenarkan Sekretaris DKM Al Munawaroh, Ruslan. ”Iya, benar,” kata Ruslan.
Rencananya, Ishak akan berangkat ke Tanah Suci pada Januari 2020. Merujuk akun Instagram bisaumroh.id, Ishak diberikan umrah gratis lantaran telah menjaga Masjid Al Munawaroh tetap dalam keadaan suci. “@bisaumroh.id memberikan apresiasi kepada beliau untuk berangkat ke Baitullah gratis,” mengutip akun Instagram @bisaumoh.id.
Hadiah tersebut diberikan kepada Ishak lantaran dirinya dinilai telah menjaga kesucian Masjid Al Munawaroh. Sementara SM wanita yang membawa anjing ke masjid sudah ditetapkan menjadi tersangka atas kasus penistaan agama.
Kepala Kepolisian Resor Bogor Ajun Komisaris Besar Andy M Dicky menyatakan langkahnya menetapkan wanita berinisial SM menjadi tersangka penodaan agama telah tepat dan sesuai prosedur.
”Kami bisa memproses hukum SM meski ada yang menyebut mengalami gangguan kejiwaan. Nanti itu (gangguan kejiwaan, red) dibuktikan di pengadilan,” kata Dicky saat ditemui di Rumah Sakit Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, kemarin.
Dicky menjelaskan, orang dengan gangguan kejiwaan memang bisa dimaafkan atau tidak dipidanakan. Hal itu tertuang dalam Pasal 44 Ayat 1 KUHP, yang berbunyi, “Tiada dapat dipidana barangsiapa mengerjakan suatu perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya, sebab kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akal.”
Namun, terangnya, jika dibaca pada ayat selanjutnya, yakni Pasal 44 Ayat 2, polisi tetap bisa memproses hukum orang yang diduga mengalami gangguan jiwa. Pasal itu berbunyi, ”Jika nyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya sebab kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akal, maka dapatlah hakim memerintahkan memasukkan dia ke rumah sakit jiwa selama-lamanya satu tahun untuk diperiksa.”
”Jadi yang memutuskan nanti di depan pengadilan apakah mengalami gangguan jiwa atau tidak pelakunya,” ujarnya.
Menurutnya, kasus orang yang diduga mengalami gangguan jiwa dan diproses hukum sudah ada yurisprudensinya di Mahkamah Agung pada 2005 lalu. ”Bahkan di Mahkamah Militer juga sudah ada. Pembuktian kami lakukan di pengadilan,” tegasnya. (feb/run)