Isak tangis tak terhindarkan kala suara sirene terdengar kencang dari mobil jenazah yang melintas di Perumahan Pura Bojonggede, Desa Tajurhalang, Kecamatan Tajurhalang. Sejumlah orang terlihat berkerumun di bawah tenda biru di rumah bercat hijau. Tangisan bertambah kencang saat dua jenazah diturunkan dari mobil ambulans
NASIB nahas dialami Suwardi (52) dan Atmisastra (56), pasangan suami-istri (pasutri) yang harus meregang nyawa akibat menerobos palang pintu kereta yang tak jauh dari Lapangan Siaga Bojonggede. Tubuh pasutri itu hancur berkeping-keping lantaran motor dengan nomor polisi B 4536 SGE yang dikendarainya dihantam Commuter Line KA 1613 KCL jurusan Bogor-Angke.
Atmisastra pagi itu tidak langsung pergi bekerja seperti rutinitas yang biasa ia lakukan setiap hari. Ia mengantar sang suami tercinta, Suwardi, terlebih dahulu untuk berobat ke rumah sakit. Sepulangnya berobat, Suwardi memacu gas motornya agar segera sampai di Stasiun Bojonggede lantaran Atmisastra akan berangkat kerja.
Sesampainya di palang pintu kereta Lapangan Siaga, Suwardi langsung menerobosnya tanpa melihat kiri dan kanan, hingga pasutri itu tertabrak KRL dan terseret hingga 15 meter ”Seperti biasa, sebelum kereta berangkat dari stasiun, palang pintu sudah ditutup. Namun tiba-tiba ada yang nyerobot. Nggak lama kereta lewat, ya ketabrak,” tutur penjaga pintu kereta, Didi (25), kemarin.
Didi melanjutkan, tubuh Atmisastra terseret kurang lebih sejauh 10 meter, sedangkan Suwardi 15 meter. “Mereka terlihat terburu-buru. Karena melihat rel masih kosong, makanya mereka berani melintas,” lanjut Didi.
Tak lama, petugas pun langsung mengevakuasi dan melakukan indetifikasi terhadap jenazah Atmisastra dan Suwardi. Diketahui, Atmisastra merupakan salah satu Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) DKI Jakarta, sedangkan Suwardi pekerja swasta.
Firasat kepergian Atmisastra dirasakan beberapa sanak saudaranya. Kedua korban berangkat dari rumah pukul 06:15 WIB, tak seperti biasanya. Mengantarkan sang istri pun jadi rutinitas Suwardi. Namun, pagi itu ia begitu pucat saat mengantar sang istri. ”Mereka biasanya tidak berangkat sepagi itu. Mungkin karena mau mengantar suaminya berobat dulu kali, karena lagi sakit juga,” kata ketua RT 05/18 yang enggan disebutkan namanya.
Kepergian pasutri itu pun meninggalkan duka mendalam bagi warga sekitar. Terlebih korban merupakan warga yang aktif di lingkungan dan kerap mengikuti beberapa kegiatan yang digelar pengurus RT. “Mereka selalu ikut partisipasi kalau ada kegiatan di sini. Maka dengan adanya musibah ini, kita sangat kehilangan,” ungkapnya. Begitu juga dengan putra semata wayang Atmisastra, Tommy (21), yang tiada henti menangis sedari kedua jenazah datang ke rumahnya. Ia terlihat begitu terpukul mendengar kabar bahwa orang tuanya meninggal dengan tragis. “Nanti, Mas. Saya masih kaget,” ujarnya.
Jenazah kedua korban pun disalatkan di masjid yang berada di dekat rumah duka. Untuk jenazah Suwardi dimakamkan di TPU Tajurhalang, sedangkan jenazah Atmisastra rencananya akan dibawa keluarganya untuk dimakamkan di Depok. (cr2/c/mam/run)