METROPOLITAN – Pemerintah memastikan pembangunan jalur Moda Raya Terpadu (MRT) fase II mencakup rute Bundaran HI hingga Kota tetap menggandeng Jepang untuk pembiayaannya. Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menyebutkan, pemerintah memasukkan penganggaran pembangunan MRT fase kedua dalam RAPBN 2020. Di dalamnya nanti juga termasuk SLA (subsidiary loan agreement atau perjanjian penerus pinjaman) kepada Pemprov DKI Jakarta. ”Untuk MRT kita tetap tahap 2 dengan Jepang yang sesuai dengan yang sudah diproses selama ini, jadi tinggal dilaksanakan dan pembagian antara pemerintah pusat dengan pemerintah DKI juga mengikuti yang tahap pertama yang sudah dilakukan. Jadi tidak ada perubahan,” kata Sri Mulyani. Hingga saat ini, PT MRT Jakarta tengah mempersiapkan area proyek yang menjadi titik gardu induk listrik (receiving substation-RSS) di kawasan Monas, Jakarta Pusat. Pada Oktober 2018, Pemerintah Indonesia dan Jepang telah menyepakati nota pinjaman senilai maksimal 70,210 miliar yen atau bernilai sekitar Rp10 triliun. Pinjaman berjangka 40 tahun sejak 2018 dengan bunga 0,1 persen per tahun tersebut akan digunakan untuk membiayai pembangunan jalur MRT sepanjang delapan kilometer dari Stasiun Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta Pusat, ke Kampung Bandan, Jakarta Utara. Sebelumnya, PT MRT Jakarta mengantongi 30 persen dari target pendapatan sebesar Rp168 miliar di sepanjang tahun ini. Pendapatan yang diperoleh berasal dari penjualan tiket. Hitung punya hitung, berarti Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) ini membukukan pendapatan dari penjualan tiket sebesar Rp50,4 miliar. Direktur Utama MRT Jakarta, William Sabandar, mengatakan, perhitungan pendapatan itu untuk periode Mei 2019 hingga pertengahan Juli 2019. Ia menyebut penjualan tiket pada masa awal beroperasi, yakni akhir Maret-April 2019 belum efisien. ”Tapi kan sekarang Juli, kami baru mulai hitung Mei kemarin. Efektifnya sejak pendapatan masuk (akhir Maret 2019), tapi kan kami terapkan diskon 50 persen. Sekarang, kami baru mulai dengan pemberlakuan tarif penuh,” terangnya. Ia optimistis mencapai target yang ditetapkan sejak awal. Pasalnya, jumlah pengguna MRT kian bertambah dibandingkan April lalu atau masa awal mass rapid transit (MRT) beroperasi. ”Belum bisa saya bilang pendapatan berapa, tapi dengan pengguna yang sudah 80 ribu-90 ribu per hari itu angka yang cukup bagus,” kata William. Pada awal beroperasi, jumlah penumpang MRT hanya berkisar 60 ribu per hari. Dengan kenaikan jumlah penumpang, manajemen mengaku belum berniat untuk menaikkan target pendapatan dari tiket. ”Saya belum berani kasih estimasi itu kan kami baru beberapa bulan ya (beroperasi). Tapi saya bisa katakan hari ini kami sesuai dengan perhitungan untuk mewujudkan capaian pendapatan kami dari tiket,” ucapnya. Selain dari tiket, perusahaan juga akan mendapatkan pendapatan dari lelang hak penamaan (naming right) oleh sejumlah perusahaan di beberapa stasiun MRT, gerai ritel, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), iklan dan telekomunikasi yang seluruhnya berada di stasiun. (cn/mam/py)