Warung makan lesehan tentu sudah biasa ditemui. Tapi, bagaimana kalau model lesehan itu diterapkan di sekolah. Seperti yang nampak di SD Negeri Kertajaya 02, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor. Di Kampung Babakan, RT 01/06, sekolah usang ini masih menjadi pilihan warga untuk mengenyam pendidikan. Meski para siswanya harus belajar dengan lesehan tanpa kursi dan prasarana memadai.
SD Negeri Kertajaya 02 dulu sempat menjadi primadona, tapi lama-kelamaan justru sekolah ini membuat siswanya menderita. Tidak ada sarana-prasarana yang layak untuk belajar. Setiap siswa terpaksa belajar sambil lesehan di lantai yang keramiknya banyak yang retak.
Sudah tiga tahun kondisi ini dirasakan siswa SDN Kertajaya 02. Mereka dipaksa belajar mengampar dan duduk di atas meja yang dibalikkan. Hal ini terjadi akibat sekolah mengalami kekurangan sarana dan prasarana (sarpras) pendidikan. Belum lagi kondisi bangunan kelas yang cukup memprihatinkan. Lantai yang sudah rusak, dinding yang berlubang, ditambah plafon yang tidak tertata dengan rapi, mewarnai kegiatan belajar mengajar di sekolah tersebut.
Tak jarang, para siswa merasakan sakit di bagian pinggang. Ini akibat posisi duduk yang tidak menentu. Mereka (siswa, red) ada yang duduk di atas meja hingga lesehan di lantai yang sudah berdebu. Meski begitu, kondisi ini tak menyurutkan semangat para siswa dalam menuntut ilmu. “Sudah biasa dari kelas empat kayak gini (belajar di lantai, red). Sekarang saya kelas 5 SD,” kata seorang siswa, Muhamad Ridwan polos.
Pihak sekolah bukannya pasrah atas kondisi ini. Mereka pernah mengajukan perbaikan bangunan ke Disdik Kabupaten Bogor. Akan tetapi hanya janji manis yang mereka dapatkan hingga saat ini. “Sudah dua kali (mengajukan bantuan, red). Dari Disdik juga sudah ke sini. Tapi belum juga terlaksana. Saya bingung,” kata guru honorer SDN Kertajaya 02, Ugum Gumelar (58).
Mengantisipasi permasalahan ini, pihaknya terpaksa meminta bantuan wali murid. Setiap siswa dimintai pungutan sebesar Rp25.000. Uang ini nantinya untuk membeli bangku dan meja kelas. “Kami terpaksa. Tapi uang yang sudah dikumpulkan juga cuma cukup untuk kelas 1 dan 2. Kami lebih prioritaskan mereka (siswa kelas 1 dan 2), karena kasihan kan kalau belajar di ubin (lantai, red),” ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, orang tua murid, Rohaemi, membenarkan pungutan tersebut. Menurut dia, wali murid mengikhlaskan iuran itu lantaran memang uangnya untuk memenuhi sarpras sekolah. “Iya benar. Setiap tahun kita disuruh patungan beli meja dan bangku. Karena para murid sebagian belajar di lantai kotor dan berdebu,” katanya.
Ia mengaku aneh dengan pemerintah. Tiga tahun berjalan, SDN Kertajaya 02 tak kunjung diperbaiki. Padahal, kondisi di sekolah ada siswa yang terpaksa duduk berdesakan di meja yang dibalikkan. “Saya heran kenapa pemerintah nggak mau membantu. Saya sedih melihatnya. Belum lagi kalau murid dan guru mau buang air besar itu harus numpang ke rumah warga,” terangnya.
Lalu, Kepala Pembinaan SD pada Disdik Kabupaten Bogor, Hendarsah, mengaku sudah mengalokasikan anggaran untuk pengadaan meja belajar bagi SDN Kertajaya 02 dalam APBD 2019. Hanya memang pelaksanaannya belum terealisasi. “Dengan ramainya pemberitaan di media, kami pastikan ini menjadi prioritas untuk dipercepat supaya material bisa didistribusikan ke titik lokasi lebih cepat,” katanya.
Untuk sementara, sambung dia, proses pembelajaran akan dilakukan secara moving class lantaran Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) harus tetap berjalan. Disdik juga berjanji akan berkoordinasi dengan pengawas setempat dan kepala sekolah untuk memastikan keamanan serta kenyamanan peserta didik sembari menunggu proses sampai terealisasi.
Sekadar diketahui, SDN Kertajaya 02 memiliki jumlah siswa sebanyak 299 orang. Sekolah ini mempunyai enam ruang kelas dan satu ruang guru. Proses belajar pun dilakukan sejak pukul 07:00 hingga 11:00 WIB.(mul/ryn/d/rez/py)