METROPOLITAN - Tidak ada akar, rotan pun jadi. Perumpamaan itu menggambarkan kreativitas Teddy Arte (37), pria asal Cipanas yang kini tinggal di Wangun, Kelurahan Tajur, Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor. Ia berhasil menyulap daun kering sebagai karya seni yang memiliki nilai tinggi.
Pemilik nama asli Tedi Asmara itu mampu melukis di atas daun kering. Keunikan dari lukisan tersebut adalah ukuran daun yang dipakai sebagai kanvas itu berukuran kecil. Selain itu, ia tidak hanya memakai cat air untuk melukis tapi juga menggunakan kopi instan untuk membuat lukisan retro monochrome.
Awal mula tercetusnya seni lukis itu berawal dari Tedi ingin memberi hadiah untuk atasannya yang tengah berulang tahun. Waktu itu ia tidak memiliki media kanvas dan kertas yang bisa dipakai untuk melukis. Tak kehabisan akal, di situ ia melihat sebuah daun jambu yang permukaannya rata. Dicobalah daun itu sebagai kanvas.
“Saya coba lukis potret wajah dia, terus saya bingkai. Ternyata dia senang dan suka hasilnya. Malah saya dikasih uang. Padahal itu hadiah. Lalu atasan saya bilang skill dan kreativitas ini bisa dikembangkan. Di situlah saya berpikir daun kering ini bisa dimanfaatkan sebagai media lukis dan saya tekuni hingga saat ini,” katanya.
Dalam sebulan, Teddy mendapat orderan sebanyak dua hingga tiga buah lukisan. Pesanan kebanyakan dari luar Bogor. Paling jauh NTT dan Yogyakarta. Kebanyakan lukisan yang dipesan adalah potret satu wajah dan dua wajah.
“Yang satu wajah umumnya menggunakan daun karet kuning berukuran telapak tangan. Lama pembuatan tiga sampai lima hari. Sedangkan lukisan dua wajah memakai daun awar-awar yang ukurannya sedikit lebih besar, lama pembuatan bisa seminggu. Selain itu, melukis di daun berukuran kecil pun bisa,” ucapnya.
“Untuk harga mulai dari Rp1- 3 juta. Kebanyakan pesanan pribadi yakni membuat potret wajah. Biasanya buat hadiah ulang tahun atau wedding. Penghasilan yang didapat pun cukup ngebantu untuk kehidupan sehari-hari. Dan ini sudah menjadi pekerjaan tetap saya,” sambung pria yang memiliki cita-cita dapat menggelar pameran tunggal itu.
Di sisi lain, ide kreativitasnya ini juga sempat menjadi mas kawin pernikahannya dengan sang istri, Erna Winarsih Wiyono. Mahar lukisan di daun kering tersebut adalah syarat yang diminta mertuanya.
“Jadi untuk meringankan, orang tua istri (mertua, red) yang minta sebagai pengganti mahar (uang panai, red). Kalau pakai syarat lain mungkin saya nggak sanggup. Akhirnya saya menyanggupi (lukisan, red). Lalu saya coba buat dan hasilnya diterima,” pungkasnya. (mb/rez/run)