Menurutnya, pemerintah perlu melakukan evaluasi manajemen BPJS karena terjadi ketidaksinkronan antara penerimaan dengan pengeluaran. ”Pengelolaan keuangan BPJS dalam mengatur penerimaan dan pengeluaran ini sangat diperlukan karena saya lihat ada missmatch,” ujarnya.
Tanpa melakukan evaluasi, lanjutnya, kenaikan iuran BPJS terbilang sia-sia. Pasalnya, apabila pengelolaan tidak sesuai maka juga tetap menyebabkan defisit. solusi kenaikan hanya mencekik rakyat.
”Kenaikan iuran dan menambal dari cukai rokok pun tak berdampak besar. Ini harus diberesin manajemennya, evaluasi selama kinerja selama ini,” ucapnya.
Berkurangnya penerimaan BPJS juga disebabkan karena banyak pengguna BPJS yang tepat waktu membayar iuran. Hal itu dikarenakan tidak ada keterbukaan informasi alokasi penggunaan iuran BPJS oleh masyarakat sehingga banyak pengguna yang juga enggan membayar iuran.
Eko menambahkan, BPJS berencana meminta rumah sakit melakukan pinjaman kepada bank untuk menalangi terlebih dahulu tunggakan BPJS. Nantinya BPJS akan membayar pinjaman itu kepada bank. Menurutnya, langkah itu tak sesuai prinsip bisnis perbankan berlandaskan profit.
Selain itu pula, apabila tak langsung dibayar pinjaman atau tak sesuai jatuh tempo, maka berdampak pada kinerja perbankan. Pinjaman kepada perbankan itu juga perlu ada jaminan kuat dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. ”Kalau tidak ada jaminan akan dibayarkan pemerintah, bank takut masuk. Jadi perlu ada jaminan kepastian kepada bank,” ungkap Eko. (ber/bis/mam/run)