METROPOLITAN - Rencana pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur pasti membutuhkan abdi negara atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk menjalankan roda pemerintahan di sana.
Proses pemindahan rencananya dilakukan secara bertahap, yang saat ini pemerintah masih mengkaji kementerian/lembaga mana saja yang pegawainya akan dipindahkan. Kepala Biro Humas Badan Kepegawaian Negara (BKN) Mohammad Ridwan mengungkapkan, BKN memprediksi ada sekitar 180 ribu PNS dari berbagai K/L yang ada di pusat.
”Memang total PNS ini ada 900 ribuan, tapi itu kan nggak semuanya mereka di Jakarta. Misal Kemenristek Dikti yang PNS-nya jadi dosen di daerah itu dihitung juga. BKN memprediksi kemungkinan yang dipindahkan ada 180 ribuan,” ujar Ridwan, Rabu (28/8).
Ia menjelaskan, seluruh PNS sudah memiliki janji kepada negara untuk mengabdi. Termasuk di mana saja ia akan ditempatkan. ”Bagi PNS kan sudah disumpah, jadi bisa ditempatkan di mana saja. Sebenarnya kalau PNS kan sudah biasa pindah-pindah daerah atau domisilinya karena tugas,” jelasnya.
Ridwan mengatakan, pindah bukanlah pilihan untuk PNS. Pasalnya, hal tersebut adalah perintah negara yang harus dijalankan. ”Itu sangat biasa. Yang aneh itu kalau ada lembaga yang survei PNS-nya mau atau nggak? Ini kan bukan pilihan, ini perintah negara. Seperti kata ketua Korpri, kalau ada di zona nyaman ya memang tidak mau ngapa-ngapain,” ungkapnya.
Sementara itu, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Syafruddin mengatakan, pihaknya sudah mendata jumlah PNS pusat yang akan pindah ke ibu kota baru. Ia menyatakan jumlah PNS yang berada di pusat ada sebanyak 180 ribu orang.
”Kita sudah data, yang berada di kementerian lembaga dan badan-badan itu yang di tingkat pusat itu jumlahnya 180 ribu ASN,” kata Syafruddin di kantor wakil presiden, Jakarta.
Syafruddin menjelaskan, dari 180 ribu PNS tersebut, 30 persen di antaranya tak akan ikut pindah ke ibu kota baru. Sebab, 30 persen jumlah PNS di instansi pusat itu merupakan pegawai yang akan masuk masa pensiun.
”Sebanyak 180 ribu itu tentu sebagian kira-kira 30% tidak akan kena. Karena kenapa? Mereka juga sebagian itu akan pensiun, paling tidak ada yang kena pensiun tahun ini, tahun depan, atau nanti 2021 atau sampai 2024,” ungkapnya. (dtk/mam/run)