berita-utama

Suhendri Tolak Rp10 Miliar demi Jaga Hutan

Rabu, 6 November 2019 | 09:23 WIB
IDEALIS: Suhendri dikunjungi beberapa awak media lantaran menolak menjual tanahnya Rp10 miliar

METROPOLITAN - Senyumnya lebar tak berhenti, saat sejumlah orang datang menghampiri Suhendri di tepi hutan yang dijaganya. Kakek 78 tahun ini langsung menyalami sambil mempersilakan kami untuk duduk di sebuah bangku kayu reot tepat di bawah pohon rindang. Ia begitu ramah terhadap siapapun yang ditemuinya. Suhendri, pria yang begitu berjasa membuat Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur, masih bisa menghirup udara segar. Di balik kesederhanaannya, siapa sangka suami dari Junarsa (80) ini telah menanam pohon yang kini menjadi hutan di tengah Kota Tenggarong, ibu kota Kabupaten Kukar. Hingga kini Suhendri tetap mempertahankan hutan buatannya. Suhendri mengaku pernah ditawari Rp10 miliar oleh seorang pembeli agar menjual tanah 1,5 hektar itu. Namun, ia kukuh tak ingin menjualnya. Komitmen itu tetap ia pegang hingga saat ini. Banyak investor menawar membeli lahan seluas 1.5 hektar untuk dijadikan perumahan.  “Banyak yang datang mau beli, tapi saya tidak mau. Apalagi mau bikin perumahan, saya tidak mau, lingkungan rusak," ungkap Suhendri. Lahan seluas 1,5 hektar itu ia beli dengan harga Rp 100.000 tahun 1979. Kala itu ia membeli untuk bertani. Konsep pertanian yang diterapkan bernama agroforestri, menggabungkan pepohonan dengan tanaman pertanian. Kini pohon yang ia tanam pada 1986 silam sudah tinggi menjulang membentuk hutan dalam kota. Awalnya, ia menanami komoditas pertanian seperti lombok, sayuran juga buah-buahan. Tahun 1986 ia mulai tanam (pohon) kayu setelah mendapat bibit dari Bogor. Ada 1.000 bibit kayu damar, meranti, kapur, pinus, kayuputih, ulin, dan sengon. Kini hutan ini memberi udara segar bagi warga Kota Tenggarong. Kakek dua anak ini menginjak tanah Kalimantan Timur pertama kali pada 1971. Saat itu ia ikut membangun asrama milik perusahaan kayu. Saat itu juga sedang marak-maraknya bisnis kayu. Dia menyaksikan kayu ditebang, berhektar-hektar hutan gundul tanpa sisa. "Dari situ muncul motivasi. Saya akan merawat hutan. Saya kemudian beralih jadi petani tapi garap lahan orang lain," ujar dia. Suhendri mengatakan, pengalamannya sebagai petani saat itu pernah diusir pemilik lahan. Diminta tak lagi menggarap lahan karena kesuksesannya membangun pertanian. “Saya sempat diusir karena hasil tanaman saya banyak. Ibu menjual hasil pertanian di pasar,  saya dikeluh orang sekitar minta pemilik lahan usir. Zaman dulu banyak yang masih kebun berpindah-pindah, saya sendiri yang bertani tetap,” ujar Suhendri. Akhirnya ia memilih membeli lahan sendiri. Itu pun membayar dengan menyicil hingga lunas. Setelah lunas ia kembali mencicil lahan seluas satu hektar terpisah, tapi lokasi berdekatan. Kini ia memiliki dua lahan. Dua-duanya dijadikan hutan. Penelitian mahasiswa Kini hutan tengah kota ini jadi tempat penelitian mahasiswa. Banyak dikunjungi orang, bahkan hutan tengah kota ini pernah menjadi lokasi penelitian skripsi mahasiswa asal Jepang. Suhendri juga sering mendapat penghargaan dari berbagai pihak karena hutannya. Kini Suhendri bersama  Junarsa bermukim di tepi hutan miliknya. Menjaga hutan yang telah ia pagari keliling menggunakan kayu. “Saya tidak jual. Saya harap ada orang yang bisa melanjutkan merawat hutan ini meski pun bukan keluarga saya,” harap Suhendri. (kmp/mam)

Tags

Terkini